Kemenkes: 265 Pasien Balita Meninggal Selama Gelombang Omicron di RI
Total 8.230 pasien meninggal selama gelombang Omicron
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Meski kerap dianggap sebagian varian COVID-19 yang menunjukkan gejala lebih ringan dibanding Delta, tetapi Omicron tetap mematikan. Sepanjang 21 Januari 2022 hingga 6 Maret 2022, tercatat ada 8.230 pasien yang meninggal dunia selama pandemik yang didominasi varian Omicron. Bahkan, sebanyak tiga persen atau 265 pasien di antaranya baru berusia 0-5 tahun atau balita.
"Bila dilihat dari rentang usia, ternyata tiga persen pasien ada di rentang umur 0-5 tahun. Kemudian, 82 persen pasien berada di atas usia 45 tahun," ungkap Koordinator Substansi Penyakit Infeksi Emerging Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Ditjen P2P Kementerian Kesehatan, Endang Budi Hastuti, ketika berbicara dalam webinar, Kamis (10/3/2022).
Ia juga menjelaskan dari data yang dimiliki Kemenkes, sebanyak 51 persen pasien yang meninggal itu mempunyai penyakit bawaan. Kemudian 56 persen di antara pasien yang meninggal juga lansia dan 70 persen di antaranya belum menerima vaksinasi dua dosis.
"Ini membuktikan bahwa vaksinasi lengkap bisa mencegah keparahan (bila terkena COVID-19) dan meninggal," kata dia.
Ia menambahkan lansia yang terinfeksi COVID-19 memiliki risiko 3,5 kali lipat lebih besar meninggal dibandingkan yang terpapar dan bukan lansia. "Risikonya lebih tinggi lagi pada lansia yang memang kebanyakan memiliki penyakit penyerta seperti diabetes melitus, gagal ginjal, dan hipertensi. Ini semakin menunjukkan pentingnya vaksinasi pada kelompok lansia dan yang memiliki komorbid," tutur Endang.
Dengan angka kematian yang masih besar, apakah Indonesia benar-benar sudah siap memasuki fase transisi menuju ke endemik?
Baca Juga: Pakar: 5.013 Pasien Meninggal, Tanda Omicron Tak Bisa Dianggap Ringan
1. Tingginya angka kematian menunjukkan COVID-19 tak boleh diremehkan
Sementara, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan masih tingginya angka kematian akibat Omicron menandakan kualitas penanganannya tidak tepat, terlambat dan pasti ada kebocoran dalam proses skrining. Jumlah kematian yang mencapai 8.230, kata Hermawan, menunjukkan pemerintah tidak seharusnya meremehkan COVID-19, apa pun variannya.
"Omicron yang sering kali kita anggap remeh pun, saat diakumulasikan hasilnya menunjukkan ada lebih dari 8.000 kematian. Bila kita total selama dua tahun perjalanan COVID-19 di Indonesia, itu kan ada lebih dari 148 ribu orang yang meninggal. Dengan catatan, bila dibandingkan dengan morbiditas, maknanya case fatality di Indonesia sekitar 2,66 persen. Jadi, sangat tinggi," ungkap Hermawan saat dihubungi IDN Times, 2 Maret 2022.
Ia pun mempertanyakan pernyataan pemerintah yang sering kali menyebut varian Omicron hanya menimbulkan gejala ringan. Padahal, pada kenyataannya, angka kematian harian mencapai lebih dari 300 pasien. Seharusnya, bila Omicron betul-betul lebih ringan, maka angka kematian bisa ditekan hingga ke angka 0.
"Berarti, kan di sini ada proses diagnostik, skrining yang terlambat atau juga cenderung merendahkan. Bisa jadi juga angka kasus sesungguhnya di lapangan jauh lebih besar dibandingkan yang dilaporkan. Karena angka kematian menunjukkan kualitas pelayanan kesehatan," tutur dia.
Baca Juga: Satgas COVID-19: Hanya WHO yang Punya Otoritas Tetapkan Status Endemik