KPK Ancam Akan Tindak Tegas yang Main-Main Pengadaan Alkes COVID-19
Menteri BUMN sebut ada mafia dalam pembelian alkes
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam akan menindak tegas semua pihak yang coba mencari keuntungan dari pengadaan alat kesehatan di masa pandemik COVID-19. Pernyataan itu untuk merespons pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir yang menyebut ada pihak-pihak tertentu yang mendorong agar pemerintah lebih sering mengimpor bahan baku obat-obatan dan alat kesehatan ketimbang memproduksi di dalam negeri.
Dengan begitu, ketika terjadi pandemik suatu penyakit seperti saat ini, maka pihak tertentu yang disebut Erick sebagai mafia, akan diuntungkan. Plt juru bicara KPK, Ali Fikri mendorong menteri berlatar belakang pengusaha itu agar tak segan melaporkan ke komisi antirasuah bila ditemukan potensi korupsi soal alat kesehatan.
"KPK akan tegas terhadap pihak yang bermain-main terkait pengadaan barang dan jasa terutama terhadap kebutuhan alkes untuk situasi saat ini," ungkap Ali seperti dikutip dari kantor berita Antara pada Jumat (17/4).
Ia melanjutkan setiap laporan yang diterima akan ditelaah dan didalami lebih dulu oleh KPK. Apalagi saat ini KPK, ujar Ali ikut tergabung dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di tingkat pusat dan daerah bersama pemangku kepentingan lainnya.
Tim itu, kata dia, akan ikut memantau dan melakukan evaluasi terkait alokasi serta penggunaan dana penanganan COVID-19. Di bagian mana saja potensi kebocoran anggaran itu terjadi?
Baca Juga: Menkeu Wanti-Wanti Anggaran untuk COVID-19 Jangan Dikorup!
1. Dana bantuan untuk masyarakat selama masa pandemik COVID-19 rawan digelapkan
Menurut Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan menyebut ada beberapa potensi celah korupsi terkait bantuan yang dialokasikan oleh pemerintah bagi rakyat selama masa pandemik COVID-19. Salah satunya dana bantuan yang seharusnya diterima oleh warga tak sesuai nominalnya atau tidak diterima sama sekali.
Pada (31/3) lalu, Presiden Joko "Jokowi" Widodo menganggarkan tambahan anggaran senilai Rp405,1 triliun untuk meringankan beban rakyat selama pandemik COVID-19. Rp405,1 triliun itu dibagi untuk empat hal yakni senilai Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk social safety net, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR. Lalu, ada pula Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
"Penggelapan rawan terjadi di dana bantuan. Bisa saja anggaran-anggaran sudah ditransfer, tetapi bermasalah pada saat pelaksanaannya. Jumlah bantuan (yang diterima) tak sesuai dengan yang diterima," ungkap Misbah ketika berbicara diskusi secara daring pada (9/4) lalu.
Poin kerawanan lainnya yakni adanya pemberian bantuan ganda. Program BLT (Bantuan Langsung Tunai) selain sudah wajib dianggarkan di dalam APBN, juga terdapat di dalam APBD.
Baca Juga: Jokowi Potong Anggaran Belasan Lembaga Termasuk KPK dan Polri