KPK Bantah Pengusutan Korupsi di Meikarta Hambat Investasi
Sejumlah bank berhenti alirkan kredit untuk proyek Meikarta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah upaya tegas mereka untuk memberantas rasuah berdampak terhadap investasi yang seharusnya bisa diterima oleh Pemerintah Provinsi. Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang usai mengumumkan kembali dua tersangka baru kasus korupsi mega proyek Meikarta pada Senin (29/7) di gedung Merah Putih.
Lantaran tersangkut kasus suap, proyek pemukiman terintegrasi yang berada di kawasan Cikarang itu menjadi tak jelas kelanjutannya. Bahkan, enam bank yang semula menjalin kemitraan dengan Lippo Karawaci dalam hal pembiayaan Kredit Pembelian Apartemen (KPA) memutuskan menghentikan kerja samanya sejak Maret 2018 lalu.
Padahal, Lippo tidak main-main membenamkan investasinya mencapai Rp278 triliun. Bahkan, ketika dilakukan peresmian, pada akhir 2017 lalu, turut dihadiri oleh Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.
Apa komentar KPK soal itu?
"Jadi, kalau dikatakan apa yang kami lakukan itu merupakan serangan balik terhadap investasi ya gak juga. Karena kami memiliki dasar hukum untuk melakukan penindakan," kata Saut ketika menjawab pertanyaan IDN Times semalam.
Lalu, siapa dua tersangka baru yang ditetapkan oleh KPK dalam dugaan suap perizinan proyek Meikarta? Apa pesan yang coba ingin disampaikan oleh KPK di balik upaya penindakan ini?
Baca Juga: Eks Petinggi Terjerat Korupsi, Gimana Status Hukum PT Lippo Cikarang?
1. Dua tersangka baru adalah eks Presiden Direktur PT Lippo Cikarang dan Sekretaris Daerah Pemprov Jawa Barat
Dua tersangka baru yang diumumkan oleh pimpinan dan jubir KPK pada Senin malam adalah eks Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto dan Sekda Pemprov Jawa Barat periode 2015-sekarang, Iwa Karniawa. Bartholomeus menyuap Iwa untuk memuluskan aturan mengenai Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Total suap yang diterima oleh Iwa mencapai Rp1 miliar.
Adanya kebutuhan suap disampaikan oleh eks Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR, Neneng Rahmi Nurlaili pada April 2017 lalu.
"Didapatkan informasi agar RDTR diproses, maka Neneng Rahmi Nurlaili harus bertemu dengan tersangka IWK (Iwa Karniwa), Sekretaris Pemprov Jawa Barat. Neneng Rahmi kemudian mendapatkan informasi bahwa tersangka IWK meminta uang Rp1 miliar untuk penyelesaian proses RDTR di provinsi," kata Saut semalam ketika menyampaikan alasan mengapa Iwa ditetapkan menjadi tersangka.
Pernyataan Saut itu sebelumnya sudah muncul di persidangan Meikarta, ketika dakwaan terhadap Neneng dibacakan. Sementara, Bartholomeus tidak hanya menyuap Neneng Rahmi, namun ia juga memberi duit kepada eks Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin. Total suap yang diberikan untuk Bupati Neneng mencapai Rp10,5 miliar.
"Tersangka BTO (Bartholomeus Toto) diduga menyetujui setidaknya 5 kali pemberian tersebut kepada Bupati Neneng, baik dalam bentuk USD dan Rupiah dengan total Rp10,5 miliar," kata mantan staf ahli Badan Intelijen Negara (BIN) itu.
Baca Juga: Ditanya Kelanjutan Proyek Meikarta, Bupati Bekasi Eka Supria Bungkam