Lama Gak Muncul, Terawan Inisiasi Vaksin Nusantara untuk COVID-19
Vaksin nusantara sudah masuk ke uji klinis tahap kedua
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Usai lengser dari posisi Menteri Kesehatan, dr. Terawan Agus Putranto tiba-tiba muncul dan disebut sedang membuat vaksin untuk COVID-19. Vaksin yang diberi nama Vaksin Nusantara itu bahkan sudah memasuki uji klinis tahap kedua.
Dikutip dari tayangan daring dari stasiun berita Kompas TV yang tayang pada Selasa, 16 Februari 2021, uji klinis tahap kedua itu dilakukan di RSUP dr. Kariadi Semarang. Terawan menjelaskan vaknus berbasis sel dendritik yang sebelumnya sudah dikembangkan oleh AIVITA Biomedical Inc di California, Amerika Serikat.
Mantan tenaga ahli kesehatan Menkes, Andi menjelaskan, pengembangan vaknus bermula dari perintah lisan Presiden Joko "Jokowi" Widodo ke Terawan ketika masih duduk sebagai Menkes.
"Waktu itu, Pak Terawan diperintah Presiden Jokowi untuk mendapatkan vaksin COVID-19 yang aman bagi anak-anak dan pasien COVID-19 yang punya penyakit penyerta," ujar Andi dalam keterangan tertulis pada Selasa kemarin.
Ia menjelaskan Jokowi memberi instruksi mengenai vaksin pada Agustus 2020. Instruksi mantan Wali Kota Solo itu langsung ditindaklanjuti dengan membentuk tim vaknus satu bulan kemudian. Dalam proses uji klinis tahap kedua itu turut disaksikan oleh sejumlah anggota komisi IX DPR.
Apa perbedaan vaksin nusantara dengan vaksin Merah Putih yang tengah dikembangkan di dalam negeri? Apa pula komentar anggota komisi IX yang ikut meninjau uji klinis itu di rumah sakit?
Baca Juga: Serah Terima Jabatan, Terawan: Saya Merasa Sangat Bersyukur
Baca Juga: Vaksin Merah Putih vs Vaksin Sinovac, Apa Bedanya?
1. Vaksin nusantara menggunakan teknologi sel dendritik
Terawan menjelaskan vaksin nusantara menggunakan teknologi sel dendritik autolog yang merupakan komponen dari sel darah putih. Satu vaksin, kata dia, dibuat dan diperuntukan satu orang sehingga diklaim aman bagi orang yang memiliki penyakit bawaan.
"Uji klinis I selesai dengan hasil baik, imunitasnya baik dan hasilnya safety. Uji klinis I itu kan fungsinya untuk mengontrol safety (keamanan) dari pasien. Dari 30 pasien, imunogenitasnya baik," ujar dia.
Ia melanjutkan ketika sel dendritik sudah berada di dalam tubuh maka akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap virus corona. Ia menjelaskan meski vaksin dibuat dengan menyesuaikan komorbid masing-masing individu, tetapi ia memastikan vaksin tersebut bisa diproduksi massal. Asal memperoleh izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Dalam sebulan bisa kok diproduksi sekitar 10 juta (dosis)," kata Terawan.
Selain aman dikonsumsi bagi individu yang memiliki komorbid, vaksin itu diklaim bisa disuntik kepada anak-anak (berusia di bawah 17 tahun) dan individu di atas usia 60 tahun. Dalam proses pengembangannya, Terawan turut menggandeng peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogjakarta, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Universitas Diponegoro Semarang, dan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
Sedangkan, vaksin Merah Putih dikembangkan oleh beberapa institusi yang berbeda. Kini sudah ada enam platform berbeda yang dikembangkan untuk vaksin Merah Putih.
Editor’s picks
Lembaga Eijkman mengembangkan vaksin berbasis protein rekombinan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuat vaksin berbasis protein rekombinan dengan metodologi yang berbeda, Universitas Indonesia (UI) berbasis DNA MRNA dan virus like particle. Kemudian, ada juga Universitas Airlangga dengan platform adenovirus, Institut Teknologi Bandung (ITB) protein rekombinan, adenovirus serta Universitas Gadjah Mada dengan protein rekombinan.
Baca Juga: Jokowi: Vaksin Merah Putih Diperkirakan Bisa Produksi Akhir 2021