LBH: 6 Laskar FPI Meninggal Tak Bisa Dituntut, Seperti Kasus Soeharto
Enam laskar FPI dijerat dengan pasal pengeroyokan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Peneliti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muhammad Isnur mengatakan, penetapan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) sebagai tersangka dalam kasus di jalan Tol Jakarta-Cikampek KM50, pada 7 Desember 2020, aneh dan tak sesuai prinsip hukum acara pidana.
Disebut aneh lantaran enam laskar FPI itu sudah meninggal dunia. Mereka ditembak polisi karena disebut-sebut akan melawan polisi.
"Padahal, di Pasal 77 KUHP menyebutkan kewenangan menuntut pidana hapus, bila tertuduh meninggal dunia," ujar Isnur dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Kamis (4/3/2021).
Menurut Isnur hal itu juga berbahaya bila cara demikian dianggap sebagai standar penegakan hukum. Selain itu, dalam ketentuan hukum acara pidana, juga dijelaskan tersangka memiliki serangkaian hak, membantah tuduhan, mengajukan saksi, hingga meminta bantuan hukum.
"Bila, kondisinya begini, bagaimana pula tersangka bisa melakukan hal-hal terkait haknya ini," tutur dia lagi.
Lantas, apa dasar kepolisian masih tetap menyematkan status tersangka kepada enam anggota laskar FPI?
Baca Juga: Polisi Tetapkan 6 Anggota Laskar FPI yang Meninggal Sebagai Tersangka
1. Enam laskar FPI dijerat dengan pasal pengeroyokan
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Mabes Polri Brigjen (Pol) Andi Rian Djajadi, enam anggota laskar FPI itu dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Namun, lantaran enam tersangka sudah meninggal dunia, maka polisi meminta agar jaksa meneliti berkasnya.
"(Enam laskar FPI) sudah ditetapkan tersangka. Kan itu harus diuji, maka kita ada kirim ke jaksa biar jaksa teliti," tutur Andi ketika dihubungi hari ini, Kamis.
Kepolisian, kata Andi, juga tak mempermasalahkan dengan penyematan status tersangka meski enam orang yang dituduhkan sudah meninggal. Kasus tersebut, kata dia, bisa ditutup bila jaksa berpendapat lain.
Bila merujuk ke Pasal 170 KUHP, tersangka yang dinyatakan bersalah, diancam hukuman bui dari 7-12 tahun. Hukuman 12 tahun, bila tersangka terbukti mengeroyok hingga korban meninggal dunia.
Baca Juga: Komnas Sebut Penembakan 4 Laskar FPI Bukan Pelanggaran HAM Berat