Pakar: Penghapusan Karantina Adalah Kebijakan Coba-Coba yang Berisiko
Pemerintah sudah hapus kewajiban karantina tujuan ke Bali
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, menilai kebijakan penghapusan karantina wajib bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) merupakan kebijakan coba-coba yang berisiko dan tidak tepat. Ia mengatakan sangat tidak masuk akal masih menerapkan kebijakan yang bersifat coba-coba dan bukan pencegahan.
"Karantina itu bagian dari konsep yang paling dasar dalam penanganan wabah, karena setiap ada penyakit menular dan mewabah maka cara karantina inilah (untuk membendungnya)," ungkap Hermawan ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Senin, 7 Maret 2022.
Hermawan mengatakan kebijakan karantina untuk menangani wabah, tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Di sana tertulis semua langkah untuk menangani wabah.
"Mulai dari karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Karantina itu tidak hanya mencegah wabah di antarnegara ya, tetapi juga bisa diterapkan untuk mencegah penyakit antarwilayah dan dapat diterapkan sebagai konsep dasar. Kalau karantina ditiadakan, maka itu kebijakan yang coba-coba," ujar dia.
Hermawan juga merespons kebijakan pemerintah yang mulai menghapus kewajiban karantina bagi PPLN, termasuk turis asing yang masuk ke Bali. Uji coba penghapusan karantina di Bali dimulai pada 7 Maret. Bila berhasil, maka penghapusan kewajiban karantina bakal diterapkan di seluruh provinsi di Tanah Air pada 1 April 2022.
Apakah pemerintah tidak takut penghapusan karantina bisa memicu peningkatan kasus impor COVID-19?
Baca Juga: [BREAKING] Karantina Jemaah Umrah dan PPLN Dipangkas Jadi 1 Hari Mulai Besok
1. Penghapusan karantina memudahkan varian baru COVID-19 lolos ke dalam negeri
Hermawan mewanti-wanti pemerintah bahwa virus Sars-CoV-2 masih tetap ada. Selain itu, kemungkinan COVID-19 bermutasi juga besar. Varian-varian yang sebelumnya pun belum sepenuhnya hilang.
"Jadi, kalau kita excuse begitu saja, maka kami rasa tidak sesuai dengan prinsip kesehatan masyarakat dan epidemiologi, sehingga kita harus menegakan kebijakan karantina menjadi konsep dasar. Karena tidak bisa ada yang menjamin orang yang tak dikarantina itu aman-aman saja," kata dia.
Hermawan menyebutkan bila ada orang yang lolos membawa masuk varian baru COVID-19 ke Tanah Air dan lebih mematikan, maka hal tersebut sama saja kembali mencoba-coba kesehatan publik.
"Dulu kan Delta masuk juga karena excuse (kebobolan), Omicron juga bisa masuk karena excuse, sekarang kita masih tetap mencoba kebijakan yang coba-coba. Itu tidak tepat," tuturnya.
Sementara, meski kasus harian COVID-19 turun, angka kematian harian masih tetap tinggi. Menurut data Satgas Penanganan COVID-19 pada Selasa (7/3/2022), angka kematian harian kembali menembus 421. Kementerian Kesehatan pun mencatat selama varian Omicron pada pertengahan Desember 2021 hingga akhir Februari 2022, ada 5.013 pasien meninggal dunia karena COVID-19.
Editor’s picks
Baca Juga: Jokowi Setuju Turis Asing Masuk Bali Tanpa Karantina Mulai Hari ini