Pengamat: Putusan Lepas Kasus BLBI Bukti MA Tak Pro Berantas Korupsi
"Jangan-jangan sudah ada skenario untuk bebaskan Syafruddin"
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako), Feri Amsari mengatakan ada skenario bersama yang diduga dilakukan oleh beberapa institusi penegak hukum hukum untuk menghancurkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya itu dimulai dari menyatakan perbuatan terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung tak masuk ranah pidana.
Tiga hakim yang menyidangkan kasus Syafruddin di tingkat kasasi di Mahkamah Agung pada Selasa (9/7) lalu, malah memiliki tiga opini yang berbeda. Ketua majelis hakim, Salman Luthan sependapat dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, bahwa Syafruddin terbukti melakukan tindak pidana, Hakim Syamsul Rakan Chaniago mengatakan perbuatan eks Kepala BPPN itu adalah perbuatan perdata, dan Hakim Askin menilai apa yang dilakukan Syafruddin adalah pelanggaran administratif.
"Seharusnya ada opini mayoritasnya (dari majelis hakim). Gak boleh satu-satu begitu. Seharusnya mereka menunda untuk mengambil keputusan agar tidak ada masing-masing hakim yang punya pendapat berbeda-beda, itu kan gak wajar," ujar Feri yang dihubungi melalui telepon oleh IDN Times pada Minggu (14/7) malam.
Ia pun menduga sudah ada skenario yang nyata untuk membuat Syafruddin melenggang keluar dari rutan KPK. Sebab, apabila hakim tak juga menyidangkan pria berusia 58 tahun itu pada (9/7) lalu, maka ia tetap bisa bebas dari rutan. Lho, mengapa? Karena batas waktu penahanannya di tingkat kasasi sudah nyaris masuk 110 hari.
Maka, tak heran bila bila Feri memberikan penilaian MA sebagai garda terakhir untuk mencari keadilan, justru tak pro terhadap pemberantasan korupsi.
"Jadi, memang pecah telur dalam menangani kasus KPK karena MA mencoba membebaskan koruptor dari kasus yang dibawa oleh KPK. MA nya memang bermasalah. Perspektif ini semakin jelas ketika MA tak lagi pro terhadap pemberantasan korupsi setelah era Pak Artidjo (Alkostar)," kata dia.
Lalu, apa dong yang sebaiknya dilakukan oleh KPK agar tetap bisa menjerat Syafruddin?
Baca Juga: [BREAKING] Syafruddin Arsyad Temenggung Akhirnya Melenggang Bebas
1. KPK bisa saja mengajukan PK asal dilengkapi dengan bukti-bukti baru
Menurut Feri, sebaiknya jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak perlu mengajukan upaya hukum luar biasa dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Sesungguhnya, PK tetap dapat diajukan walaupun hal tersebut tak lazim.
"Tapi daripada mempermalukan KPK sendiri ya untuk apa," kata Feri.
Alih-alih mengajukan PK, ia menyarankan lembaga antirasuah tetap memproses kasus korupsi BLBI yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara Rp4,58 triliun. Siapa tahu, kata dia, dari pengusutan dengan tersangka lainnya justru bisa menemukan bukti baru yang mengarah ke Syafruddin.
Sementara, menurut Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT), Oce Madril justru menyarankan agar KPK tetap mempertimbangkan opsi untuk mengajukan PK. Lantaran itu satu-satunya cara yang dapat ditempuh apabila masih ingin mempermasalahkan putusan kasasi lepas Syafruddin.
"Tentu ada dua kemungkinan, PK nya bisa saja ditolak atau diterima. Kita kan tidak tahu bagaimana MA akan memutuskan. Kan sama dengan praperadilan, dulu gak boleh tetapi sekarang menjadi boleh," kata Oce ketika dihubungi melalui telepon pada Sabtu (13/7).
Opsi lain yang bisa ditempuh yakni dengan mengembangkan perkara BLBI ke ranah lain dengan objeknya Syafruddin. Namun, apabila itu menyangkut soal penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL), maka hal tersebut sudah tidak bisa lagi dilakukan.
Baca Juga: [BREAKING] Sempat Dibui KPK, Syafruddin Terinpirasi Nelson Mandela