TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Usai Dibebaskan Bersyarat, Robert Tantular Dicegah KPK ke Luar Negeri

Robert dibutuhkan keterangannya mengenai kasus Bank Century

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Jakarta, IDN Times - Mantan pemilik Bank Century, Robert Tantular, memang sudah menghirup udara bebas pada (25/7) lalu dari tempat ia ditahan di Lapas Cipinang, Jakarta Timur. Hal itu dilihat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai peluang untuk mendapatkan keterangan dari Robert terkait Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) dari Bank Indonesia bagi Bank Century. 

Apalagi saat ini, lembaga antirasuah juga tengah merampungkan proses penyelidikan kasus korupsi Bank Century yang telah merugikan negara mencapai Rp7,4 triliun. Angka kerugian negara itu diperoleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan telah disampaikan ke KPK pada Desember 2013 lalu. 

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan sejak pertengahan Desember, penyidik lembaga antirasuah sudah mengirimkan surat ke pihak imigrasi agar Robert dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan. 

"Kami sudah pelarangan ke luar negeri untuk Robert Tantular sejak sebelum pertengahan Desember ini, karena penyelidikan kasus ini masih berjalan," ujar Febri yang ditemui di gedung KPK pada Kamis (27/12) lalu. 

Artinya, larangan itu baru berakhir pada Juni 2019. Lalu, apakah ini bermakna Robert akan dijadikan tersangka baru dalam kasus korupsi Bank Century? Sejauh ini, KPK baru menetapkan satu orang tersangka yakni Budi Mulya yang dulu menjabat sebagai Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia. 

Baca Juga: Pemilik Bank Century Robert Tantular Sudah Bebas dari Lapas Cipinang

1. KPK mencegah Robert ke luar negeri karena membutuhkan keterangan dia seputar kasus Bank Century

(Pemilik Bank Century Robert Tantular ) ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, Robert dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan, karena keterangannya masih dibutuhkan untuk mengungkap kasus korupsi Bank Century. 

"Kami sudah mengirimkan surat ke pihak Ditjen Imigrasi, karena sesuai pasal 12 UU Tipikor, KPK berhak melakukan pencegahan ke luar negeri di tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," ujar Febri semalam. 

Lembaga antirasuah sudah meminta keterangan dari Robert pada (10/12) lalu. Ia datang ke gedung KPK pada hari itu, kendati tidak disadari oleh awak media. 

Selain Robert, KPK sudah meminta keterangan ke-40 orang lainnya. Apakah ini berarti Robert akan dijadikan tersangka selanjutnya? Mantan aktivis antikorupsi itu menolak menjelaskan lebih lanjut. 

"Saya kira tidak tepat kalau berbicara mengenai potential suspect. Karena di proses penyelidikan, kami ingin menelusuri informasi lebih dulu dan fakta-fakta yang sudah ada," kata dia. 

2. Robert Tantular divonis di empat perkara berbeda dengan masa total vonis 21 tahun

IDN Times/Sukma Shakti

Berdasarkan data yang tertera di Mahkamah Konstitusi (MK), Robert divonis total 21 tahun untuk empat perkara yang berbeda yakni:

  • Perkara Nomor 1059/Pid.B/2009/PN.Jkt.Pst dan dihukum 9 tahun penjara (kasus perbankan)
  • Perkara Nomor 666/Pid.B/2011/PN.Jkt.Pst dan dihukum 10 tahun penjara (kasus perbankan)
  • Perkara Nomor 1631/Pid.B/2012/PN.Jkt.Pst dan dihukum 1 tahun penjara (kasus pencucian uang)
  • Perkara Nomor 210/Pid.B/2013/PN.JKT.PST dan dihukum 1 tahun penjara (kasus pencucian uang)

Namun, menilik ke waktu pembebasan bersyaratnya, itu berarti Robert hanya menjalani 10 tahun masa penahanan di Lapas Cipinang.

Robert kemudian menggugat total vonisnya tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Oktober lalu. Alasannya total hukuman tersebut terlalu berat dan tidak sesuai dengan KUHAP.

Di dalam pasal itu tertulis:

Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut- turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.

"Apabila ditemukan suatu kasus yang di-split (dipisah) dalam proses penyidikannya, yang semuanya terjadi di satu lokasi dan di satu rentang waktu yang sama, maka kasus tersebut masuk ke dalam rumusan Pasal 65 KUHP tentang Perbarengan Tindak Pidana," ujar Robert dalam berkas gugatan yang dilansir website MK pada Oktober lalu.

Sementara, terkait pembebasan bersyarat Robert, KPK tidak ingin mengomentari terlalu jauh. Hal tersebut lantaran kasusnya tidak ditangani oleh lembaga antirasuah. Saat itu, yang menangani adalah Bareskrim Mabes Polri. 

"Tentu itu menjadi kewenangan dari Ditjen PAS dan jajarannya untuk memutuskan apakah tepat atau tidak pemberian remisi yang sangat panjang sebagai pembebasan bersyarat," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah. 

3. Kemenkum HAM memberikan pembebasan bersyarat kepada Robert Tantular karena dinilai berkelakuan baik

IDN times/Sukma Shakti

Setelah sempat diam soal alasan pembebasan bersyarat Robert Tantular, Kementerian Hukum dan HAM akhirnya memberikan klarifikasinya. Kepala Bagian Humas Ditjen Pemasyarakatan, Ade Kuswanto, menjelaskan Robert berhak mendapatkan pembebasan bersyarat, karena dinilai telah berkelakuan baik selama ditahan di Lapas Cipinang. Hal itu merujuk ke UU nomor 12 tahun 1995 mengenai pemasyarakatan. Isinya: "setiap narapidana berhak mendapat remisi dan pembebasan bersyarat".

Menurut ketentuan, kata Ade, Robert diberi fasilitas pembebasan bersyarat karena dua hal, pertama telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 masa pidana, paling sedikit 9 bulan. 

"Kedua, berkelakuan baik selama menjalani pidana paling singkat 9 bulan terakhir dihitung sebelum 2/3 masa pidananya," kata Ade melalui keterangan tertulis kepada IDN Times (21/2) lalu. 

Ia kemudian dibebaskan bersyarat dengan surat usulan nomor W10.Pas.01.05.06-540 pada tanggal 5 Mei 2017. Usulan pembebasan bersyarat diteken dengan surat keputusan nomor W10.1347-PK.01.05.06 tahun 2017. 

"Selanjutnya setelah dibebaskan bersyarat pada 25 Juli 2018, yang bersangkutan akan menjadi klien Bapas sampai masa percobaannya berakhir pada 2024," kata Ade lagi.  

Baca Juga: Mengapa Terpidana Kasus Bank Century Baru Sekarang Ajukan JC ke KPK?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya