TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Setuju dengan Luhut, Mahfud Pilih Digitalisasi Ketimbang OTT KPK

"Kalau mau bersih-bersih amat ya di surga saja kau"

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (www.instagram.com/@mohmahfudmd)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan tak ada yang keliru dari pernyataan Menko Marves Luhut Pandjaitan yang disampaikan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia sepakat bahwa ke depan, semua lini harus menggunakan sistem digital. Dengan begitu, praktik korupsi juga bisa dikurangi. 

"Tak salah dong Pak Luhut. Daripada kita selalu dikagetkan oleh OTT lebih baik dibuat digitalisasi dalam pemerintahan agar tidak ada celah korupsi. Kan ke depan, memang begitu arahnya," ungkap Mahfud melalui pesan pendek pada Rabu (21/12/2022). 

Ia menambahkan lantaran alasan itu pula, pemerintah pernah mengajukan Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Dengan Uang Tunai. RUU itu semula bertujuan agar tak bisa memberi celah pada perbuatan korupsi.

Namun, RUU tersebut tidak mendapatkan dukungan dari parlemen pada (5/4/2022). Padahal, RUU itu diusulkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengurangi risiko terjadinya tindak pencucian uang terjadi. 

Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto, ketika itu secara terang-terangan mengatakan bila RUU tersebut disahkan maka bakal menyulitkan anggota parlemen menggunakan duit untuk meraih suara warga. Strategi itu kerap digunakan ketika anggota parlemen turun ke lapangan di masa reses. 

"Ini saya cerita sama dikau. Yang namanya kompetisi cari suara pakai ini (uang) semua. Gue terang-terangan ini di lapangan. Mana cerita, Anda minta (RUU) ini, besok saya beli sembako, gimana?" kata pria yang kerap disapa Bambang Pacul itu. 

Lalu, apakah ada cara lain yang bakal diterapkan oleh pemerintah untuk memanfaatkan teknologi digital?

Baca Juga: Mahfud: Pungli di Layanan Publik Mulai Lenyap karena Digitalisasi

1. Jokowi bakal terbitkan lagi Perpres sistem pemerintahan berbasis elektronik

Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika memimpin rapat terbatas & membahas soal KITAS dan Visa on Arrival pada 9 September 2022. (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

Lebih lanjut, Mahfud menyebut untuk menutup celah korupsi, maka Presiden Joko "Jokowi" Widodo bakal membuat Perpres tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). "Pekan ini Menpan RB sudah mengirimkan draf SPBE kepada presiden untuk ditanda tangani sebagai bagian dari upaya penyelenggaraan pemerintahan secara digital agar tak mudah melakukan korupsi," ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Maka, Mahfud kembali bertanya ke publik di mana letak kesalahan pernyataan Luhut yang menyebut sebaiknya pemerintahan menggunakan sistem digital untuk menutup celah korupsi. "Jadi, yang disampaikan oleh Pak Luhut itu benar," tutur dia. 

Namun, Mahfud tak menjelaskan apakah Perpres SPBE yang sedang disusun oleh Kemenpan RB bakal menggantikan perpres serupa yang pernah dirilis. Sebab, Jokowi pada 2018 lalu sudah pernah meneken Perpres nomor 95 tahun 2018 mengenai SPBE. 

"SPBE ditujukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya," demikian isi pernyatan resmi Kemenpan RB di situsnya. 

2. TII nilai pernyataan Luhut-Mahfud keliru, OTT KPK justru tunjukkan RI serius berantas korupsi

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Sementara, menurut Program Manager di Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, justru operasi senyap yang tetap digelar oleh komisi antirasuah mengirimkan pesan positif bagi dunia internasional bahwa penegakan hukum tetap berjalan di Indonesia. Hal itu bertolak belakang dengan pernyataan Luhut yang menyebut OTT bisa membuat nama Indonesia buruk di mata dunia. 

"Bagi kami, pernyataan bapak-bapak menteri itu offside ya. Justru, publik dan masyarakat internasional akan memberikan pendapat yang baik dan respect bila Indonesia sungguh-sungguh melakukan penegakan hukum," ungkap Alvin ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Rabu, (21/12/2022). 

Sehingga, menurut dia, pemberantasan korupsi yang tegas justru membuat citra Indonesia semakin harum di dunia internasional dan dunia usaha. Ia pun mempertanyakan untuk apa Kemenpan RB menyiapkan draf lagi terkait Perpres penerapan sistem pemerintahan elektronik. Perpres tersebut, kata Alvin, sudah dimasukan ke dalam aksi rencana pencegahan korupsi. 

"Artinya, ada disconnected antara pejabat publik dalam memahami dan menjalankan SPBE," kata dia. 

Ia menjelaskan TII turut melakukan kajian terkait penerapan Stategi Nasional Pencegahan Korupsi. Menurut TII, ada ketimpangan dalam penerapan sistem digital di seluruh wilayah di Indonesia. 

"Temuan kami, infrastruktur dan modalitas SDM gak berjalan. Selain itu, digitalisasi itu belum merata sehingga ada ketimpangan. Mungkin, hanya kota-kota dengan APBD besar yang bisa menerapkan sistem pemerintahan digitalisasi," tutur dia. 

Yang lebih ironis, kata Alvin lagi, alih-alih menutup celah praktik korupsi, di beberapa kota penerapan digitalisasi justru menimbulkan celah lain untuk melakukan rasuah. "Untuk di daerah yang kekurangan SDM dan infrastruktur, akhirnya melakukan dalam konteks pengadaan ya korupsi juga," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Jokowi Desak DPR Segera Sahkan RUU Perampasan Aset

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya