TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sofyan Basir Divonis Bebas, KPK akan Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Ini bukan kali pertama KPK kalah di pengadilan tingkat satu

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengajukan upaya hukum semaksimal mungkin untuk menyikapi putusan vonis bebas terhadap eks Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir. Eks Dirut BRI itu divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat karena tidak terbukti telah membantu terjadinya tindak pidana korupsi dalam perkara proyek PLTU Riau-1. 

Upaya hukum maksimal yang dimaksud KPK adalah kasasi. Hal itu disampaikan oleh juru bicara komisi antirasuah, Febri Diansyah pada Senin malam (4/11). 

"Upaya hukum semaksimal mungkin harus terus dilakukan yakni dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung," kata Febri malam ini. 

Aturan jaksa penuntut umum bisa langsung mengajukan kasasi terhadap putusan majelis hakim tanpa harus melalui proses banding tertulis di pasal 244 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 mengenai hukum acara pidana. 

Namun, Febri menggaris bawahi, jaksa baru bisa mengajukan kasasi apabila salinan putusan lengkap telah dikirimkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Lalu, apakah dengan vonis ini, maka menandakan kemampuan KPK dalam menjerat koruptor semakin melemah?

Baca Juga: [BREAKING] Sofyan Basir Akhirnya Melenggang Keluar dari Rutan KPK

1. Walau tidak lagi mempertahankan rekor selalu menang di pengadilan 100 persen, KPK mengklaim tetap bisa memenangkan perkara

(Juru bicara KPK, Febri Diansyah) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Dalam catatan KPK, mereka tak lagi berhasil mempertahankan rekor menang 100 persen di pengadilan. Komisi antirasuah juga sudah pernah kalah di pengadilan tingkat pertama. Pertama, terjadi pada 2011 lalu saat mantan Wali Kota Bekasi, Mochtar Muhammad menang melawan jaksa KPK di pengadilan. Mochtar dituduh sudah menyuap anggota DPRD Bekasi senilai Rp1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan APBD tahun 2010. 

Adapula penyalahgunaan anggaran makan-minum senilai Rp639 juta, penyuapan untuk mendapatkan Piala Adipura tahun 2010 senilai Rp500 juta, serta penyuapan terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp400 juta agar mendapatkan status Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 

Kedua, eks Bupati Rokan Hulu, Riau, Suparman yang divonis 2017 lalu. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru menyatakan Suparman, terdakwa kasus korupsi pembahasan APBD Provinsi Riau tahun 2014 dan 2015 divonis bebas. 

Apabila Bupati Suparman divonis bebas, maka terdakwa lainnya yang sidangnya digelar bersamaan yakni Ketua DPRD Riau periode 2009-2014, Johar Firdaus tetap divonis 5,5 tahun penjara. 

Namun, Febri menjelaskan walau kedua individu itu divonis bebas di pengadilan tingkat pertama, ketika diajukan kasasi ke Mahkamah Agung, hakim menganulir putusan tersebut. 

"Artinya, apabila kita hitung seluruh perkara yang sudah ditangani oleh KPK hingga September 2019 mencapai 1.156, dua perkara tadi sudah dikoreksi oleh MA. Sedangkan, yang benar-benar lepas baru satu. Sedangkan, satu kasus lagi Sofyan Basir ini," tutur dia. 

Febri menjelaskan dua perkara yang tak berhasil dimenangkan oleh KPK menandakan komisi antirasuah tetap serius dalam bekerja. Lagipula, Febri menambahkan, fokus KPK bukan hanya mengenai persentase dan angka-angka, namun apakah komisi antirasuah bisa mengungkap kasus itu di pengadilan. 

"Kemudian, berapa banyak kerugian keuangan negara yang bisa dikembalikan," katanya lagi. 

2. Walaupun KPK dilemahkan, namun komisi antirasuah akan tetap berusaha semaksimal mungkin

(Ilustrasi KPK) ANTARA FOTO/Muhammad Aditya

Lolosnya Sofyan Basir menjadi pukulan telak bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi mereka melihat peristiwa serupa ketika menyaksikan terdakwa kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung turut melenggang bebas ketika proses peradilan bergulir di tingkat kasasi di Mahkamah Agung. 

KPK terlihat begitu geram ketika mengetahui Syafruddin masih bisa lolos di tingkat MA. Sebab, upaya hukum yang tersedia begitu terbatas. Dalam kasus Sofyan, jaksa masih bisa mengajukan kasasi. 

Febri menyadari situasi komisi antirasuah kini tidak mudah. Sebab, mereka dilemahkan dari berbagai sisi. Selain revisi Undang-Undang KPK yang memuat pasal-pasal yang membatasi kewenangan penindakan, lima pimpinan baru komisi antirasuah juga terpilih sesuai dengan selera DPR. 

Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang diharapkan bisa menyelamatkan situasi justru malah menegaskan ia tak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) hingga hasil gugatan materi di MK rampung. 

"Meskipun KPK dilemahkan, namun KPK tetap berupaya semaksimal mungkin. Bahwa sekarang upaya pelemahan itu semakin nyata, lalu fitnah-fitnah terhadap KPK tetap terjadi, namun kami akan meletakan itu di sisi lain karena masyarakat tentu tidak ingin KPK menyerah begitu saja," kata mantan peneliti di organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW). 

3. Jaksa KPK sudah bekerja dengan cermat dalam menyusun dakwaan dan tuntutan

(Eks Dirut PT PLN Persero Sofyan Basir) ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Febri juga menepis persepsi yang menyebut jaksa komisi antirasuah tidak cermat ketika menyusun dakwaan dan tuntutan sehingga di tahap vonis malah dimentahkan oleh majelis hakim. Dalam dakwaan terhadap Sofyan, jaksa menggunakan pasal 56 ke-2 KUHP Pasal 11 juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP. Selain itu, jaksa turut menggunakan pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor. 

Pasal 12 menyangkut larangan bagi penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji. Sedangkan, pasal 56 ke-2 KUHP menyangkut ancaman bagi orang yang membantu melakukan tindak kejahatan. 

Sofyan didakwa dengan pasal 56 ke-2 KUHP karena terus terlibat dan memfasilitasi pertemuan antara mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih, pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Mensos, Idrus Marham dan jajaran direksi PLN. Namun, dalam pertimbangan majelis hakim, Sofyan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana permufakatan jahat untuk bagi-bagi fee di proyek PLTU Riau-1 itu. 

"Kami membangun argumentasi dengan sangat cermat. Apabila pendapat dari majelis hakim berbeda, tentu kamis harus bisa menerima itu," kata Febri. 

Baca Juga: Divonis Bebas, Sofyan Basir Ucapkan Terima Kasih ke Pemerintah

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya