TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Timsus Usulkan Negara Akui Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Ada 13 tindak kejahatan masuk pelanggaran HAM berat

Keterangan pers hasil tes wawancara Pansel Calon Anggota Komnas HAM 2022-2027 oleh Panitia seleksi calon anggota Komnas HAM RI, Prof. Dr Makarim Wibisono (dok. Humas Komnas HAM)

Jakarta, IDN Times - Ketua Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu (TPP HAM), Makarim Wibisono tak menampik bahwa salah satu isi rekomendasi dalam laporan mereka yakni mendorong agar negara mengakui pernah terjadi pelanggaran HAM berat di masa lalu. Menurut mantan diplomat senior itu, pengakuan dari negara merupakan langkah maju. Lantaran sebelumnya tak pernah ada pengakuan semacam itu kepada publik. 

TPP HAM pada siang tadi telah menyerahkan laporan akhir kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD terkait penyelesaian non yudisial yang dapat ditempuh oleh pemerintah. Laporan tersebut disusun usai tim tersebut bekerja selama tiga bulan. 

"Ya, itu usul kami. Jadi, maksudnya rekomendasi dari kami. Tapi, itu kan nanti terserah Bapak Presiden (apakah akan mengikuti rekomendasi). Supaya Anda tahu juga bahwa presiden itu sangat peka bila dibuka hal-hal yang terlalu besar kepada umum," ungkap Makarim yang ditemui media di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada Kamis, (29/12/2022). 

"Kalau kita lihat kan sampai sekarang tidak ada satupun pengakuan negara terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM. Mereka (keluarga korban) mengharapkan adanya hal itu," tutur dia lagi. 

Namun, Makarim menegaskan saat ini belum bisa membuka banyak terkait isi laporan final TPP HAM berat. Sebab, laporannya harus dibaca lebih dulu oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Rencananya, TPP HAM bakal menemui mantan Gubernur DKI Jakarta itu di awal Januari 2023. 

"Kami rencananya mengusahakan bisa bertemu bapak presiden di minggu-minggu pertama Januari," katanya. 

Tindak kejahatan apa saja yang diusulkan agar diakui oleh negara pernah terjadi di Tanah Air?

Baca Juga: Bakal Tuntaskan HAM Berat, Ini Susunan Tim PPHAM

Baca Juga: Mahfud Terima Laporan Tim PPHAM Berat di Masa Lalu, Apa Isinya?

1. Keluarga korban pelanggaran HAM berat juga berharap negara turut meminta maaf

Ilustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Sukma Shakti)

Lebih lanjut, Makarim juga tak menampik bahwa keluarga korban dari tindak pelanggaran HAM berat turut meminta agar negara bersedia meminta maaf kepada mereka. Namun, saat ini langkah pentingnya, kata Makarim yakni pelanggaran HAM berat diketahui dan diakui oleh negara. 

"Kalau soal-soal lebih lanjut (permintaan maaf dari negara), itu nanti akan dibahas di tahap lebih lanjut," kata pria yang pernah menjabat Duta Besar Indonesia untuk PBB pada periode 2004 hingga 2007 lalu itu. 

Ia mengatakan dengan adanya pengakuan dari negara bahwa pernah terjadi pelanggaran HAM berat memiliki makna dalam bagi keluarga korban. Hal itu lantaran, ia menemui secara langsung korban-korban dari tindak kejahatan pelanggaran HAM berat di masa lalu. 

"Korban ini benar-benar menderita. Saya melihat sendiri bagaimana mereka sampai menangis keras-keras karena kejadian ini pernah menimpa mereka. Dan selama ini tidak pernah ada perhatian kepada mereka," ujarnya. 

Dengan menyerahkan laporan akhir kepada Menko Polhukam, maka masa tugas TPP HAM telah rampung. Sebelumnya, mereka bertugas berdasarkan Keppres nomor 17 tahun 2022. 

2. KSP usulkan dibentuk tim baru untuk kawal implementasi rekomendasi TPP HAM

Kepala Staf Presiden, Moeldoko (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Sementara, Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko mengatakan tindak lanjut usai tim khusus memberikan sejumlah rekomendasi kepada presiden yakni diusulkan agar dibentuk tim baru. Tim ini tugasnya mengawal implementasi rekomendasi yang pernah dibuat oleh TPP HAM. 

"Saya tadi mengusulkan di rapat, perlunya dibentuk tim untuk kembali mengawal ini. Tim ini dibentuk dari Keppres nomor 17 tahun 2022. Tim itu menjalankan tugas. Nanti, pasti presiden akan menyatakan sesuatu. Di antaranya mungkin bisa saja rekomendasi itu ditindak lanjuti," ungkap Moeldoko di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat. 

Ia menilai rekomendasi itu perlu dikawal agar apa yang menjadi kebijakan presiden dapat dipantau. "Jadi, saya tadi menyarankan perlu ada tim lagi yang independen, ad hoc untuk mengawal (rekomendasi TPP HAM) ini, tutur dia. 

Baca Juga: Sambangi PBNU, Tim Khusus Minta Input Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya