TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jokowi: Abu Bakar Ba'asyir Mau Bebas, Syaratnya Harus Dipenuhi

Jokowi sebut tidak akan menabrak aturan terkait Ba'asyir

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo buka suara mengenai polemik pembebasan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir. Sebelumnya, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto telah mengatakan, pemerintah tengah mengkaji lagi dan mempertimbangkan pembebasan Ba'asyir.

Menurut Wiranto, pertimbangan untuk membebaskan Ba'asyir dilihat dari berbagai aspek termasuk ideologi Pancasila. Apalagi, pendiri Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo itu menolak untuk menandatangani dokumen berisi dua pernyataan. Pertama, tidak akan mengulangi tindak kejahatan yang sudah diperbuatnya dan kedua, pernyataan ikrar setia kepada NKRI dan Pancasila. 

"Masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan sebagainya," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Senin (21/1). 

Menanggapi hal itu, Jokowi pun menyampaikan hal yang sama, Selasa sore, di Istana Negara, Jakarta Pusat. Ia mengatakan, alasan pertama untuk mempertimbangkan pembebasan Ba'asyir memang karena faktor kemanusiaan.

Baca Juga: Wiranto: Presiden Masih Pertimbangkan Pembebasan Ba'asyir

1. Jokowi menyerahkan kepada keluarga Ba'asyir

Abubakar Ba'asyir dibebaskan dari lapas. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Dalam keterangannya Senin malam, Wiranto menyampaikan bahwa keluarga Abu Bakar Ba'asyir sudah mengajukan permintaan agar dibebaskan sejak 2017 lalu. Bahkan, sesungguhnya Ba'asyir sudah bisa mendapat pembebasan bersyarat sejak Desember 2018 lalu, namun ditolak.

Ba'asyir menolak untuk meneken dokumen yang menyatakan cinta terhadap NKRI dan Pancasila. Sehingga, Presiden Jokowi dan Kemenko Polhukam melakukan kajian untuk mempertimbangkan hal itu.

"Ya ini semuanya masih kajian di Menko Polhukam. Termasuk juga terserah pada keluarga besar Ustaz Abu Bakar Ba'asyir," jelas Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (22/1).

2. Jokowi sebut rencana pembebasan Ba'asyir karena faktor kemanusiaan

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Jokowi mengatakan, pertimbangan pemerintah untuk membebaskan Ba'asyir karena kemanusiaan. Ba'asyir yang sudah sepuh dan sakit-sakitan juga menjadi alasan pertimbangan tersebut.

"Kan sudah saya sampaikan bahwa karena kemanusiaan dan Ustaz Ba'asyir sudah sepuh, kesehatannya juga sering terganggu. Bayangkan kalau kita sebagai anak, melihat orangtua kita sakit-sakitan seperti itu. Itu lah yang saya sampaikan secara kemanusiaan," kata Jokowi.

3. Ba'asyir akan dibebaskan bila bersedia memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Meski faktor kemanusiaan menjadi salah satu alasan, namun Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia memiliki sistem hukum yang harus dilalui. Nantinya, Ba'asyir bisa dibebaskan bersyarat. Apabila Ba'asyir tidak mau memenuhi syarat tersebut, maka Jokowi tidak akan menabrak aturan itu.

"Nah syaratnya harus dipenuhi, kalau gak kan saya gak mungkin nabrak. Contoh setia pada NKRI, setia pada Pancasila. Itu basic sekali. Sangat prinsip sekali. Saya kira jelas sekali," ungkapnya.

4. Saran dari pengamat teroris, Ba'asyir dijadikan tahanan rumah

Rencana pembebasan Ba'asyir yang disampaikan pemerintah Jokowi rupanya mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari pengamat terorisme Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones.

Jones menilai kebijakan Jokowi yang ingin membebaskan Ba'asyir dinilai keliru dari berbagai sudut pandang. Bahkan, saking tidak masuk akalnya, Jones mempertanyakan dari mana mantan Gubernur DKI Jakarta itu mendapatkan masukan soal pembebasan Ba'asyir. 

"Walaupun bebasnya Ba'asyir tidak serta merta meningkatkan risiko teror di Indonesia, tetapi tidak juga memberikan sinyal aksi terorisme di Tanah Air akan menurun," ujar Jones dalam tulisannya di situs Lowy Institute yang diunggah pada Senin kemarin. 

Ia bahkan menjelaskan keputusan Jokowi yang ingin membebaskan Ba'asyir tidak direspons secara positif oleh Detasemen 88 Anti Teror, pasukan khusus yang berhadapan langsung dengan para teroris. Apalagi, Ba'asyir dianggap sebagai pemimpin yang memiliki ideologi tindak kekerasan dan ekstrimisme di Indonesia. 

Jones menyarankan alih-alih dibebaskan, mengapa Ba'asyir tidak dipindah menjadi tahanan rumah saja, apabila pemerintah begitu khawatir terhadap kondisi kesehatannya. Lagipula kondisi kesehatan Ba'asyir, kata Jones, sama saja seperti tahun lalu ketika Jokowi mengabaikan petisi untuk membebaskan pria yang dianggap sebagai guru spritual bagi kelompok Jemaah Islamiyah (JI) itu. 

"Dengan dijadikan tahanan rumah, maka polisi bisa memantau secara keseluruhan kondisi rumah dan gerak-gerik Ba'asyir. Selain itu polisi juga bisa membatasi ke mana Ba'asyir pergi dan memberikan ceramah," kata Jones lagi. 

Baca Juga: Usai Dikritik, Pemerintah Kaji Ulang Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya