TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wiranto Bentuk Tim Hukum Nasional, Pemerintah Dinilai Otoriter?

Pemerintah dianggap mematikan demokrasi di Indonesia

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Jakarta, IDN Times - Menko Polhukam Wiranto kembali menuai kritik dari masyarakat. Sebab, usai Pemilu 2019, dia memutuskan untuk membentuk Tim Hukum Nasional yang berfungsi mengawasi pernyataan dari para tokoh yang mengandung ujaran kebencian, hasutan, dan radikalisme.

Alih-alih ingin bertindak tegas, keputusan Wiranto tersebut malah menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Sebagian menyebut bahwa pemerintahan saat ini seakan kembali ke masa Orde Baru, dimana setiap kata yang keluar ada yang mengawasi.

Lalu, seberapa urgensinya tim hukum tersebut? Apakah diperlukan?

1. Apabila tim hukum dibentuk, Indonesia akan kembali ke masa pemerintahan yang otoriter

Dok. IDN Times

Menanggapi isu yang tengah panas itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin mengatakan, pemerintah sebenarnya tidak perlu membentuk tim khusus seperti itu. Sebab, negara ini adalah negara demokrasi yang membebaskan siapapun untuk berbicara.

"Tak perlu membuat tim khusus untuk mengawasi pernyataan tokoh. Kan sudah ada kepolisian. Dan ini negara demokrasi. Siapapun berhak untuk bicara apapun. Yang terpenting tidak melanggar hukum," kata Ujang saat dihubungi IDN Times, Rabu (8/5).

Ujang mengatakan, apabila tim tersebut terbentuk, maka Indonesia akan kembali ke masa pemerintahan yang otoriter atau sama seperti zaman Orde Baru.

"Masa orang atau tokoh bicara diawasi. Mengkritik diawasi. Tidak suka ke pemerintah diawasi. Pemerintah jangan buat tim yang aneh-aneh, yang bisa membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat," tambahnya.

2. Oposisi bisa menjadi target empuk tim hukum

IDN Times/istimewa

Dengan dibentuknya tim hukum tersebut, maka kelompok oposisi akan menjadi target dari tim khusus tersebut. Sebab, yang kerap mengeluarkan pernyataan kritik terhadap pemerintah adalah oposisi.

Ujang pun berpikir demikian. Menurut dia, jika memang tim khusus tersebut dibuat untuk mengancam kelompok oposisi, maka hukum di Indonesia sudah tebang pilih. Ia berpendapat, seharusnya hukum di Indonesia tidak pandang bulu.

"Tak boleh hukum hanya menyasar pada orang-orang yang tidak suka kepada pemerintah. Penegakkan hukum harus adil. Kepada siapa pun. Tanpa pandang bulu," ujar dia.

"Jika hukum hanya menyasar pada kelompok tertentu, artinya hukum digunakan untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Dan jika hukum tidak lagi memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, maka tunggulah kehancurannya," kata Ujang lagi.

Baca Juga: Wiranto: Ancaman Penutupan Bukan pada Media Massa, Tetapi Media Sosial

3. BPN: Tim hukum sebagai salah satu cara mengintimidasi rakyat secara tidak langsung

IDN Times/Ilyas Listianto Mujib

Dihubungi terpisah, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean mengatakan, keputusan Wiranto tersebut sebagai salah satu cara untuk mengintimidasi rakyat secara tidak langsung. Menurut dia, tim hukum tersebut juga tidak jelas aturannya seperti apa dan payung hukumnya.

"Aturannya dari mana? Dasar hukumnya apa? Anggaran untuk biaya tim hukum ini dari mana? Posisi mereka sebagai apa? Pengacara? Penasihat hukum negara? Atau apa? Ini semua tidak jelas," ujar Ferdinand kepada IDN Times, Rabu (8/5).

Ia juga melihat bahwa tim khusus tersebut cara pemerintah untuk menguasai opini di tengah masyarakat, dan mengendalikan agar tidak ada opini yang menyerang pemerintah berkuasa.

"Ini tidak baik untuk demokrasi kita. Wiranto dan pemerintah dengan cara ini adalah melanggar konstitusi yang mengamanatkan kebebasan dan demokrasi. Jadi kalau ada pakar-pakar hukum yang mau bergabung di tim itu, saya harus nyatakan mereka sesungguhnya melawan hukum tertinggi yaitu konstitusi," jelasnya.

4. TKN: Sisi positifnya tim khusus akan melakukan kajian terlebih dahulu, daripada mentah-mentah diberikan kepada kepolisian

IDN Times/Fitang Budhi

Sementara, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani, mengatakan bahwa masyarakat jangan terlebih dulu menghakimi pemerintah kembali ke zaman Orde Baru. Arsul mengaku bahwa dari terbentuknya tim tersebut, maka akan ada kajian yang lebih objektif lagi dari para ahli. Karena kalau hanya pemerintah saja yang mengambil kajiannya, maka terkesan hanya berpihak sebelah saja.

"Kemudian juga tidak ada yurisprudensinya dianggap sebagai sebuah ujaran kebencian atau perbuatan makar. Kalau ada tim ahli kan justru kita harapkan ada objektivitasnya berbasis keilmuan, itu kan harus dilihat positifnya," kata Arsul di Gedung DPR RI, Rabu (8/5).

Menurut Arsul, dibentuknya tim khusus tersebut bukan untuk menggantikan atau mengambil alih tugas-tugas kepolisian. Mereka akan melakukan kajian terlebih dahulu sebelum akhirnya memutuskan bahwa pernyataan tersebut sudah melanggar secara pidana.

"Secara keilmuan hukum pidana proses hukum tentu bisa diproses hukum. Daripada masih belum jelas, masih belum mentah, langsung diserahkan kepada kepolisian. Itu saya kira positifnya," ungkap dia.

Baca Juga: Wiranto Ancam Tutup Media, Moeldoko: Tak Ada Upaya Halangi Demokrasi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya