Jalan Terjal Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Dituding sebarkan aliran Islam sesat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Tahun 2025 Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) merayakan 100 tahun kehadiran di negeri ini. Kelompok penganut agama Islam yang kerap menuai tudingan sesat itu, kini hadir di 34 provinsi di Indonesia, memiliki lebih dari 400 cabang dan sekitar 500 ribuan anggota.
“Itu anggota yang terdaftar resmi. Banyak yang tidak atau belum terdaftar, misalnya karena masih usia anak,” kata Maulana Mirajudin Sahid, Shd, dalam sesi bincang-bincang #RealTalkwithUniLubis yang disiarkan di kanal YouTube IDN Times, Jumat (21/7/2023).
Mirajudin adalah Amir, sebutan untuk Pemimpin Nasional JAI. Dia keturunan langsung Kiai Haji Damiri, pemuka agama Islam asal Cirebon, yang pada tahun 1930-an menyatakan diri sebagai pengikut aliran Ahmadiyah atau baiat, dan menyebarkan Ahmadiyah di Jawa Barat. “Waktu itu uyut saya tinggal di daerah Bogor. Banyak muridnya di kota-kota di Jawa Barat,” tutur Mirajudin. Yang dimaksud uyut atau buyut di sini adalah ayah dari kakek Mirajudin.
Sependek ingatan publik, Ahmadiyah kerap mendapatkan tindak kekerasan, atau persekusi dari kelompok masyarakat yang menganggap JAI adalah sekte dalam Islam, dan menyebarkan ajaran sesat.
Deretan persekusi terhadap JAI yang banyak menarik perhatian misalnya, Tragedi Cikeusik, di Pandeglang, Banten pada hari Minggu, 6 Februari 2011. Sekelompok massa yang menamakan diri Gerakan Muslim Cikeusik ingin membubarkan Ahmadiyah di wilayah itu. Massa yang ditaksir berjumlah 1.500-an orang menyerbu lokasi Jemaat Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik. Saling lempar terjadi. Jemaat Ahmadiyah melawan. Enam orang tewas, ada rumah yang dirusak, mobil yang dibakar.
Selanjutnya peristiwa Monas. Ratusan massa Front Pembela Islam (FPI), menyerang aksi damai yang digelar Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Juni 2008. Mereka menduga ada jemaat ahmadiyah di aksi itu. Persekusi juga dialami di wilayah Nusa Tenggara Barat, Bogor, Bangka, Kendal, di Jakarta, dan yang terbaru di Sintang, Kalimatan Barat.
Apa Jemaat Ahmadiyah dan bagaimana kiprahnya di Indonesia?
Baca Juga: Klaim Tidak Punya Bisnis, Ahmadiyah Didanai Siapa?
1. Jemaat Ahmadiyah didirikan dan disebarluaskan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
Mengutip dari laman Ahmadiyah.id, Jemaat Ahmadiyah adalah kelompok penganut agama Islam atau muslim yang percaya kepada Masih Mau’ud Mirza Ghulam Ahmad yang asalnya dari Qadian, India. Mirza Ghulam Ahmad yang hidup dari tahun 1835 sampai 1908 itu mendirikan Jemaat Muslim Ahmadiyah pada tahun 1889, sebagai gerakan kebangkitan dalam Islam. Ahmadiyah menekankan ajaran pokok perdamaian, cinta, keadilan dan kesucian hidup.
Jemaat Ahmadiyah saat diklaim sebagai kelompok Islam terbesar di dunia dan dipimpin Hazrat Mirza Masroor. Jemaat Ahmadiyah tersebar di 220-an negara dengan jumlah anggota puluhan juta.
Mirza Ghulam Ahmad mendakwahkan diri sebagai metafora kedatangan kedua Nasi Isa dan Imam Mahdi. “Kedatangannya telah di’nubuatkan” oleh Rasulullah, Nabi Muhammad SAW,” kata Mirajudin. Jemaat Muslim Ahmadiyah percaya bahwa Allah SWT mengutus Mirza Ghulam Ahmad untuk mengakhiri peperangan agama, pertumpahan darah dan menegakkan kembali akhlak, keadilan dan perdamaian.
Pada titik ini Ahmadiyah mendapatkan tudingan sesat, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada bulan Juli 2005, MUI menerbitkan fatwa yang menyatakan aliran Ahmadiyah adalah sesat. Fatwa diteken Ketua Komisi Fatwa MUI saat itu, Ma’ruf Amin yang kini menjabat sebagai wakil presiden di pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo periode kedua. Dalam fatwa itu, MUI menyatakan Ahmadiyah aliran sesat dan menyesatkan, dan orang Islam yang mengikutinya, adalah murtad (keluar dari Islam). MUI juga meminta pemerintah melarang penyebaran faham Ahmadiyah di Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua kegiatannya.
Pemerintah tak menjalankan fatwa MUI itu. JAI tetap berkegiatan dan mengembangkan ajaran Islam versinya. “Karena pada dasarnya yang kami jalankan sama. Kami menganggap Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, Mirza Ghulam Ahmad berperan membantu. Kami haji ke Mekkah. Kami jalankan rukun Islam dan rukun Iman. Kami anti kekerasan dan cinta damai. Kami anti tindakan terorisme,” kata dia.
Baca Juga: Hadiri Jalsah Salanah, Beberapa Lembaga Pemerintah Apresiasi Ahmadiyah