TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pembahasan RUU PKS di Baleg DPR Diwarnai Bentrok Ideologi

Bentroknya bisa diatasi dengan dialog

Ilustrasi RUU PKS. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya, mengakui pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) diwarnai dengan kendala. Ini terkait bentrokan ideologi dan cara pandang yang berbeda terhadap substansi RUU tersebut.

"Kendala itu bisa diselesaikan dengan dialog. Kedua belah pihak ingin memuliakan perempuan dan melindungi anak-anak dari orang-orang yang melakukan tindakan melanggara norma, adat, dan hukum," ujar Willy dikutip dari ANTARA, Rabu (28/7/2021).

Baca Juga: Sahkan RUU PKS, Investasi Masa Depan Bagi Perempuan

1. Belum ada payung hukum yang mengatur secara rinci tentang kekerasan seksual

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Willy, kekerasan yang terjadi di Indonesia masih belum ada payung hukum yang mengatur secara rinci. Ia menyebut fakta empiris terkait kekerasan layaknya fenomena gunung es yaitu angka yang besar namun proses penanganan yang sangat minimalis.

Oleh karena itu, kekerasan seksual dikatakan oleh Willy akan diatur dalam RUU PKS dan sedang dalam proses percepatan.

"Panitia kerja (Panja) RUU PKS Baleg DPR sedang mempercepat proses penyusunan draf RUU dan direncanakan pada awal Masa Sidang I Tahun Sidang 2021-2022 akan dipresentasikan naskah awal RUU tersebut," kata Willy.

Baca Juga: 6 Isi dari RUU PKS yang Membuat Pengesahannya Jangan Ditunda-tunda

2. Membangun benang merah terkait UU ITE dan UU Pornografi

Badan Legislasi Rapat Kerja dengan Menkumham dan PPUU DPD RI dalam rangka Penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2020-2024 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/12). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Willy yang juga merupakan Ketua Panja RUU PKS akan melakukan sinkronisasi terhadap UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Karena menurutnya saat ini kasus kekerasan di era digital alami peningkatan.

"Kami sedang membangun 'benang merah', namun sayangnya RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) belum disahkan padahal ada 8 jenis kekerasan seksual di era digital, antara lain peretasan, ancaman distribusi foto/video pribadi, rekrutmen daring, dan pelanggaran privasi," jelasnya.

Selain itu, Willy juga menyampaikan bahwa pihaknya harus melakukan sinkronisasi lainnya terkait UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), UU Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan karena dinilai kekerasan seksual termasuk dalam tindak pidana khusus.

Baca Juga: Pertahankan RUU Ketahanan Keluarga, Ledia Hanifa Sindir RUU PKS

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya