TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Larangan Makanan Tak Bersertifikat Halal Bakal Viral Lagi Jelang Imlek

Ini prediksi Kemenag jelang Imlek

google

Jakarta, IDN Times - Larangan membawa makanan dan minuman yang belum tersertifikasi halal ke sejumlah gerai makanan menuai polemik pada akhir 2019 lalu. Di antara restoran yang menyerukan larangan tersebut adalah D’Cost dan Yoshinoya.

Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia memperkirakan, tidak menutup kemungkinan kontroversi tersebut akan terulang kembali jelang perayaan Imlek. Kendati Imlek jatuh pada 25 Januari 2020, perayaan tahun baru baru  China itu biasanya akan berlangsung hingga Februari.

“Di Indonesia, soal-soal keagamaan itu sensitif. Dan kebetulan pengumumannya (larangan membawa kue atau makanan tanpa sertifikasi halal yang viral tahun lalu) dikaitkan dengan menjelang Natal. Tidak boleh ada tulisan Natal di cake. Sebentar lagi Imlek, ini juga ada potensi yang bisa meledak (polemik terulang kembali) kalau tidak hati-hati,” kata Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Kemenag, Mastuki HS, dalam Indonesia Millennial Summit (IMS) 2020, di The Tribrata, Jakarta, Sabtu (18/1).

Lantas, mengapa Kemenag memprediksi polemik tersebut akan terulang kembali tahun ini?

1. Restoran bertanggung jawab menjaga sistem jaminan halal

Mastuki, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Kementerian Agama (Dok.IDN Times/Istimewa)

Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, restoran atau pemilik produk yang sudah tersertifikasi halal memiliki kewajiban untuk menjaga sistem jaminan halal. Kewajiban tersebut merupakan komitmen pemerintah bersama pihak swasta dalam menjaga kehalalan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Menurut Mastuki, makanan yang sudah tersertifikasi halal telah terjamin kebaikannya, apakah itu kandungan makananya atau cara pengelolaannya.

“Makanan halal itu istilahnya traceability, sudah ditelusuri asalnya. Benar gak cara sembelihnya? Apakah produk itu bercampur dengan bahan-bahan haram? Di sinilah istilah halal itu tidak hanya pada bentuk sertifikatnya atau logonya, tapi di sini ada komitmen dari pelaku usaha,” terang Mastuki.

Dia melanjutkan, “Kurang lebih ada 250 ribu produk yang sudah dinyatakan halal. Nah restoran atau perusahaan yang sudah mengantongi sertifikasi halal itu wajib untuk menjaga, itu disebut sistem jaminan halal. Tujuannya agar jelas bahwa konsumen yang masuk restoran itu mendapat makanan yang aman dan baik.”

Baca Juga: IMS 2020: Produksi Produk Halal Diawasi MUI dari Bahan Hingga Konsumen

2. Masing-masing perusahaan memiliki kebijakan internal untuk menjaga sistem jaminan halal

IDN Times/Panji Galih Aksoro

Terkait bagaimana cara menjaga sistem halal, Kemenag memberikan keleluasaan kepada setiap pemilik produk. Sayangnya, tahun lalu, cara sejumlah restoran cenderung tidak bijak sehingga menimbulkan polemik di masyarakat.

“Karena menjaga sistem jaminan halal ini adalah kewajiban perusahaan, bagian dari caranya inilah yang harus bijak, karena kita berada dalam bingkai negara majemuk di Indonesia. Tiap agama memiliki tanggung jawab untuk menjaga harmoni. Sisi lainnya juga ada kepentingan-kepentingan kita yang harus toleran,” tambah mantan Kabiro Humas Kemenag itu.

Baca Juga: IMS 2020: Sheilla Firdausa Jelaskan Alasan Kosmetik Harus Halal

3. Harus mempertimbangkan kondisi sosial dalam menentukan kebijakan

Mastuki, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Kementerian Agama (Dok.IDN Times/Istimewa)

Untuk mencegah polemik terulang kembali, yang berpotensi memunculkan stigma  masyarakat bahwa sertifikasi halal hanya akal-akalan pemerintah untuk meraup keuntungan, Kemenag menyarankan perusahaan mempertimbangkan kondisi sosial dalam mengambil kebijakan.

“Di Indonesia, soal-soal keagamaan itu sensitif, khususnya relasi muslim dengan Kristen. Dan kebetulan pengumuman (tahun lalu) dikaitkan menjelang Natal. Nah, hal-hal begini memang harus diperhatikan, bukan sekadar tujuannya menjaga, tapi harus tahu juga kondisi sosial,” papar Mastuki.

“Itu yang kami harapkan, kami akan edukasi, kami datangi tempatnya, harus dilihat karena hal-hal begini sensitif dalam kaitannya hubungan antar agama. Dan kami berkewajiban untuk menjaga harmoni. Selain taat pada aturan, regulasi, dan juga menjaga kehalalan, tapi harus mempertimbangkan kondisi sosial, itu yang hemat saya penting.”

Baca Juga: IMS 2020: Kemenag akan Gratiskan Sertifikasi Halal untuk Produk UMKM

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya