TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Setara Institute: Skor Kebebasan Berekspresi Era Jokowi Merosot

Batalnya diskusi UGM semakin memperburuk rapor merah Jokowi

Penjual poster Joko Widodo-Ma'ruf Amin sedang memajang poster presiden dan wakil presiden. (ANTARA FOTO)

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani menyebut teror atas diskusi bertajuk "Pelengseran Presiden" di Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan alarm bagi demokrasi Indonesia. Meski pemerintah mengaku tidak terlibat pada teror tersebut, Ismail mengatakan, negara menjadi pihak yang diuntungkan jika langkah solutif tidak pernah dilakukan.

“Pemasungan kebebasan ini adalah bentuk penghancuran literasi dan ilmu pengetahuan yang berdampak terhadap kualitas demokrasi. Jika pemerintah tidak mengambil langkah solutif, pemerintah bisa dianggap menikmati seluruh tindakan persekusi dan koersif warga dalam berbagai peristiwa,” kata Ismail sebagaimana tertuang dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Selasa (2/6).

Baca Juga: UGM Ungkap Mahasiswa Panitia Diskusi Ikut Diancam akan Dibunuh  

1. Skor kebebasan berekspresi pada era Presiden Jokowi merosot

Direktur Eksekutif SETARA Institute for Democracy and Peace Ismail Hasani (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)

Setara Institute mencatat skor kebebasan berekspresi pada era Presien Jokowi terus merosot. Pada survei yang dilakukan 2019, sepanjang periode pertama pemerintahan Jokowi, skor kebebasan berekspresi hanya 1,9, dari skala 1 sampai 7. Rapor merah lainnya adalah dari 11 variabel hak asasi manusia (HAM) yang dievaluasi, rata-rata skornya 3,2.

“Rendahnya skor untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat ini didukung oleh data pelanggaran yang serius, seperti 204 peristiwa kriminalisasi individu, pemblokiran 32 media online, 961.456 pemblokiran situs internet dan akun media sosial, tujuh pembubaran diskusi, pelarangan buku, dan penggunaan delik makar yang tidak akuntabel untuk menjerat sekurang-kurangnya tujuh warga negara,” papar Ismail.

2. Kualitas demokrasi akan membaik jika seluruh pihak terlibat

Poster acara diskusi yang diselenggarakan oleh Fakultan Hukum UGM sebelum penggantian judul. Dok. IDN Times/Istimewa

Setara Institute menyarankan supaya pemerintah mengedepankan prinsip demokrasi deliberatif, dengan demikian seluruh elemen negara ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan bangsa.

“Perspektif yang beragam dan pembahasan suatu perkara harus diberikan ruang aman untuk diekspresikan. Ketakutan tidak berdasar terkait makar terhadap pemerintahan yang berkuasa tidak sepatutnya menjadi pembenaran praktik pembungkaman ini. Setiap suara memiliki kesempatan untuk hidup di tengah masyarakat tanpa represi,” kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

3. Mendesak penegak hukum untuk menindak tegas pelaku teror

Ilustrasi polisi. Dok.IDN Times

Karena diskusi tergolong sebagai kebebasan berekspresi yang dijamin dalam HAM, Setara Institute mendesak penegak hukum untuk mengusut siapa dalang di balik teror, sehingga diskusi tersebut batal diselenggarakan.

“Negara tidak dapat melakukan pembiaran di tengah situasi yang menunjukkan adanya pelanggaran kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Sikap proaktif negara diperlukan untuk menunjukkan bahwa elemen negara atau organ lain yang disponsori negara tidak berada di balik peristiwa persekusi akademik di UGM,” kata Ismail.

Baca Juga: Panitia Diskusi UGM yang Diteror: Saya Sempat Kunci Kamar

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya