TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Anggaran Kemiskinan untuk Rapat Dianggap Penyakit Birokrasi Lama!

Bukti rumitnya masalah pengentasan kemiskinan

Ilustrasi kemiskinan (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Jakarta, IDN Times - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menanggapi pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas, yang mengungkap fenomena anggaran kemiskinan Rp500 triliun habis dipakai untuk rapat dan studi banding.

Trubus menilai, fenomena tersebut seperti sudah menjadi budaya dan penyakit birokrasi di Indonesia. Dia menyebut, di sejumlah lembaga pemerintahan, termasuk kementerian, memang banyak ditemukan program-program semacam itu. Anggaran banyak dipakai untuk memfasilitasi kinerja dengan dalih penyerapan anggaran.

"Birokrasi di Indonesia, memang ada budaya birokrasi yang korupsi, jadi membuat program banyak yang tumpang tindih, kemudian programnya juga tidak terarah dan tepat sasaran," kata dia saat dihubungi IDN Times, Selasa (31/1/2023).

"Jadi birokrasi mengalami penyakit birokrasi, istilahnya patologi birokrasi," sambung Trubus.

Baca Juga: Soal Anggaran Kemiskinan Dipakai Rapat, Pengamat Semprot Menpan RB

Baca Juga: Kisruh Anggaran Kemiskinan, DPR Akan Panggil Menpan RB

1. Penyalahgunaan anggaran terjadi di berbagai lembaga pemerintahan

ilustrasi anggaran (IDN Times/Aditya Pratama)

Trubus menuturkan, penyakit yang sudah jadi budaya birokrasi di Tanah Air ini tidak hanya terjadi di satu lembaga dan kementerian.

Sebagaimana yang disampaikan Azwar Anas, anggaran mengenai pengentasan kemiskinan memang banyak dijadikan program rutin. Meski terkesan mendukung rakyat kecil, namun program itu berpotensi jadi masalah karena tumpang tindih kebijakan. Tak jarang sejumlah kementerian dan lembaga memiliki program yang sama, sehingga tak efektif.

"Pengentasan kemiskinan itu kan tidak hanya satu kementerian, ada banyak kementerian dan lembaga yang membuat program semacam itu, tapi sayangnya saling tumpang tindih, ada yang sama, ada yang jelas tujuan dan outputnya seperti apa, programnya seperti apa juga tidak jelas," ucap Trubus.

Baca Juga: Habis buat Rapat, Ini Rincian Dana Program Penanganan Kemiskinan 2022

2. Program pengentasan kemiskinan di Indonesia terkesan rumit

Ilustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Di sisi lain, Trubus juga menganalisa makna lain dari pernyataan Azwar Anas. Dia menuturkan, pendapat itu dilontarkan sebagai bentuk sikap Menpan RB terhadap rumitnya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Dana yang seharusnya berpihak kepada rakyat itu berpotensi terjadinya malaadministrasi dan perilaku koruptif.

"Kemudian pernyataan itu sebenarnya lebih menyiratkan kepada satu carut marutnya dalam hal pengentasan kemiskinan di Indonesia, sehingga dana ini menunjukkan potensi korupsi, potensi malaadministrasi atau perilaku koruptif, itu ditunjukan oleh para birokrasi kita," tutur dia.

Trubus menuturkan, aparatur sipil negara (ASN) banyak memanfaatkan berbagai kegiatan terkait pengentasan kemiskinan, sehingga program yang dicanangkan jauh dari target.

"Ini kan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang, kekuasaan atau abuse of power. Jadi di situ anggarannya malah diselewengkan, bahasanya Pak Menteri itu dipakai untuk rapat di hotel dan studi banding," ucap dia.

Trubus tak memungkiri, meskipun fenomena penyalahgunaan anggaran itu terjadi sejak lama, namun jika diungkap akan menghebohkan publik. Dia juga menilai reformasi birokrasi cenderung belum mengalami perubahan yang diharapkan.

"Saya melihat memang pernyataan Pak Menteri ini tentunya akan membuat kehebohan di masyarakat," imbuh dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya