Jatah Akun Medsos Peserta Pemilu Ditambah, Berpotensi Spamming
Polarisasi dinilai akan tetap ada di Pemilu 2024
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan menambah jatah akun media sosial (medsos) yang dapat digunakan oleh peserta Pemilu 2024 untuk berkampanye. Nantinya, paling banyak peserta pemilu bisa memiliki 20 akun dari semula 10 akun pada setiap medsos. Aturan itu akan dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU).
Terkait hal tersebut, Akademisi dan Pengamat Komunikasi, Geofakta Razali menyoroti adanya potensi kampanye yang justru mengganggu pengguna jejaring media sosial atau dalam bahasa milenial disebut spamming.
Adapun, spam diartikan sebagai penyalahgunaan sistem pesan elektronik untuk mengirim berita iklan dan keperluan lainnya secara massal. Umumnya, spam menampilkan berita secara bertubi-tubi tanpa diminta dan sering kali tidak dikehendaki oleh penerimanya.
Geofakta menjelaskan, jejaring media sosial harus dipakai untuk meningkatkan literasi kepemiluan, bukan hanya terkait arah politik belaka.
"Apabila untuk branding dan campaign sah-sah saja. Tapi masalah yang urgent di Indonesia bukan soal branding politic. Tapi adalah literasi dan pemahaman berdemokrasi. Apabila campaign dilakukan selaras dengan memperhatikan edukasi, maka itu akan menjadi persoalan yang baik," kata dia saat dihubungi IDN Times, Sabtu (3/5/2022).
"Apabila hanya kebutuhan campaign tanpa substansi peningkatan literasi kepemiluan, pesan moral, hanya akan berpengaruh menambah spamming," sambung dia.
Baca Juga: KPU Akan Buat Aturan soal Aliran Dana Kampanye Melalui Uang Elektronik
Baca Juga: Pemilu 2024: KPU Hapus Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye
1. Polarisasi di Pemilu 2024 akan tetap ada
Oleh sebabnya, Geofakta menilai, kebijakan menambah jatah akun media sosial bagi peserta pemilu itu sebagai momen menguji kapabilitas KPU. Apakah aturan itu tepat diberlakukan atau justru memperlebar potensi polarisasi di jejaring medsos.
"Di sini kapabilitas KPU akan diuji, apakah memang sebagai lembaga yang pintar mengelola proses demokrasi, atau hanya ikut tren saja," tuturnya.
Polarisasi atau perpecahan di jejaring digital pada Pemilu 2024 diprediksi akan tetap ada seperti pada pemilu sebelumnya.
"Untuk masalah polarisasi, sengaja atau tidak sengaja. Polarisasi akan tetap ada. Namun sejalannya waktu, value partai yang mendapatkan social proof tetap menentukan sikap respect masyarakat," imbuh dia.
Editor’s picks
Baca Juga: Bawaslu Ingatkan Pelanggaran Netralitas ASN Bisa Masuk Ranah Pidana
Baca Juga: Polri Mulai Dalami Kasus Kebocoran Putusan MK Terkait Pemilu Tertutup