TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Partai Buruh Akan Gugat KPU ke MA soal Kampanye 75 Hari

KPU tetap berpegang teguh pada PKPU No 3 Tahun 2022

Wakil Presiden Partai Buruh, Agus Supriyadi dan jajarannya di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva)

Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden Partai Buruh, Agus Supriyadi, mengatakan pihaknya bakal membawa polemik soal Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) masa kampanye 75 hari ke Mahkamah Agung (MA).

Agus menjelaskan, gugatan tersebut dilakukan lantaran KPU tetap teguh pada jadwal dan aturan yang tertera pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022.

"KPU sudah menjawab kan, jelas menjawab bahwa tetap dengan PKPU-nya, artinya tetap dengan PKPU dan kampanye 75 hari. KPU tidak mengabaikan tetapi kami akan tetap upayakan, bisa juga nanti uji materi ke Mahkamah Agung atau kita laporkan ke Bawaslu lebih lanjut," ujar Agus di MK, Jakarta Pusat, Senin (27/6/2022).

Baca Juga: KPU Hormati Protes Partai Buruh soal Masa Kampanye

1. Partai Buruh belum dapat kejelasan soal laporan dugaan pelanggaran KPU

Gedung KPU RI (IDN Times/Rochmanudin)

Partai Buruh mengaku sejauh ini belum ada informasi lebih lanjut terkait laporan dugaan pelanggaran KPU ke Bawaslu.

"Sampai hari ini kita belum dapat jawaban (dari Bawaslu), tapi prinsipnya Bawaslu waktu kita audiensi tetap akan menyampaikan aspirasi dari Partai Buruh terkait yang 75 hari kampanye itu," tutur Agus.

2. Partai Buruh klaim KPU lakukan pelanggaran jelang Pemilu 2024

Ilustrasi buruh atau pekerja saat demonstrasi. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Diketahui, Partai Buruh sempat mendatangi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait laporan dugaan pelanggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin, 13 Juni 2022.

Kepala Badan Pengkajian Strategis Kepesertaan dan Pemenangan (BPSKP) Partai Buruh, Said Salahudin, mengatakan ada beberapa pelanggaran yang dilakukan KPU jelang Pemilu 2024.

Pertama, pelanggaran mengenai persyaratan anggota partai, di mana pendaftaran kepengurusan harus sesuai alamat yang tercantum di KTP elektronik. Aturan ini tertera dalam draf PKPU tentang pendaftaran dan verifikasi.

Dengan merujuk pada aturan tersebut, Said mencontohkan, buruh pabrik asal Kabupaten Sumenep, Jawa Timur yang bekerja di Kabupaten Tangerang, Banten, dia hanya boleh terdaftar sebagai anggota di kepengurusan Partai Buruh Kabupaten Sumenep.

Berdasarkan aturan itu, jika ia mendaftar sebagai anggota Partai Buruh Kabupaten Tangerang yang menjadi tempat domisilinya, status keanggotaannya berpotensi menuai masalah pada saat pelaksanaan verifikasi faktual, dan statusnya sebagai anggota Partai Buruh berpotensi dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU.

"Pertama, pelanggaran terkait persyaratan anggota partai yang secara substansi diharuskan bertempat tinggal sesuai dengan alamat yang tercantum pada KTP elektronik. Substansi aturan ini termuat dalam draf Peraturan KPU tentang pendaftaran dan verifikasi," ujar Said dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).

Dia menilai hal tersebut tentu termasuk dalam pelanggaran terhadap hak konstitusional dan hak asasi manusia, karena bertentangan dengan UUD 1945.

"Nah, aturan yang semacam itu jelas pelanggaran terhadap hak konstitusional dan hak asasi manusia, karena bertentangan dengan UUD 1945 dan kovenan internasional tentang hak sipil dan politik," kata Said.

Baca Juga: Partai Buruh Klaim KPU Lakukan Pelanggaran Ini Jelang Pemilu 2024

3. Masa kampanye Pemilu 2024 terlalu singkat

Ilustrasi kampanye (IDN Times/Galih Persiana)

Kedua, kata Said, terkait masa kampanye yang sudah dinyatakan KPU hanya akan berlangsung 75 hari. Aturan ini, kata dia, jelas menyimpang dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

Padahal, menurut dia, konstruksi Undang-Undang Pemilu mendesain masa kampanye paling sedikit tujuh bulan dan bahkan bisa dibuat sampai sembilan bulan. Said menilai KPU salah kaprah mendefinisikan kampanye.

Said menilai kampanye sesungguhnya adalah hak rakyat untuk mengetahui visi, misi, dan program partai politik. Sehingga seharusnya kampanye dipandang sebagai kepentingan pemilih untuk pendidikan politik, bukan peserta pemilu semata.

"Jadi, dengan disunatnya waktu kampanye oleh KPU, hal itu dapat dimaknai bahwa KPU secara sengaja ingin membatasi hak dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh sebanyak-banyaknya informasi tentang peserta pemilu, dan membatasi waktu bagi masyarakat untuk berpikir serta menimbang-nimbang calon yang kelak akan dipilihnya di pemilu," tutur dia.

4. KPU tidak mempunyai persiapan yang matang

Gedung KPU RI (IDN Times/Denisa Tristianty)

Ketiga, terkait terbitnya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 (PKPU No 3 Tahun 2022). Dalam Peraturan tersebut jelas sekali terlihat KPU tidak mempunyai persiapan yang matang untuk menyelenggarakan Pemilu 2024.

"Baru kali ini saya menemukan ada PKPU yang mengatur mengenai jadwal tahapan, isinya umum sekali. Seperti kisi-kisi saja. Tidak ada rincian yang jelas dari tiap-tiap tahapan yang akan dilaksanakan," ucap Said.

Dengan adanya aturan itu, Said menyebut, Partai Buruh jelas sangat dirugikan dengan aturan jadwal kampanye. Sebagai partai politik bakal calon peserta pemilu, Partai Buruh berhak atas informasi pemilu yang lengkap dan jelas dari KPU agar bisa mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin.

Sementara, mulai dari jadwal penyampaian data dan dokumen partai ke dalam Sistem informasi politik (Sipol) KPU, sampai penetapan Daftar Calon Tetap (DCT), tidak ada satu pun yang jelas diatur waktunya dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022.

"Di sini saya lihat KPU seperti main-main dalam mempersiapkan Pemilu 2024. Padahal dari Pemilu ini kita hendak membentuk pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk periode lima tahun berikut. Beberapa persoalan di atas itulah yang akan kami laporkan kepada Bawaslu. Sebagai lembaga yang bertugas meluruskan penyimpangan Pemilu jelas Bawaslu harus mengambil tindakan terhadap KPU," kata Said.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya