TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengadilan Kasus Haris dan Fatia Dinilai Abaikan Prinsip Fair Trial

Amnesty International Indonesia soroti kontroversi sidang

Aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti penuhi panggilan Polda Metro Jaya terkait pemeriksaan lanjutan laporan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Selasa (1/11/2022). (IDN Times/Uji Sukma Medianti)

Jakarta, IDN Times - Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menilai sidang pengadilan kasus yang melibatkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur mengabaikan prinsip fair trial.

Diketahui, dalam sidang Haris dan Fatia yang digelar Kamis (8/6/2023), menghadirkan kesaksian Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.

Wirya menilai sidang tersebut menunjukkan bahwa pengadilan memberi perlakuan khusus terhadap pejabat tinggi. Sidang yang selama ini terbuka, menjadi sangat dibatasi dan diwarnai dengan pengamanan berlebihan dari aparat.

“Ada prinsip fair trial yang dilupakan pengadilan di mana semua individu memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Pengamanan berlebihan menyulitkan warga umum hingga tim kuasa hukum terdakwa untuk melewati gerbang gedung PN Jakarta Timur dan pintu ruang sidang pengadilan," kata dia dalam keterangannya, Kamis.

Baca Juga: JPU Tanya Kepemilikan Tambang di Papua, Luhut: Saya Gak Ada Waktu

Baca Juga: Kasus Pencemaran Nama Baik, Luhut: Jokowi Tak Campuri Hukum

1. Pembatasan jumlah anggota tim kuasa hukum dikritisi

Luhut Pandjaitan Hadiri Sidang Pencemaran Nama Baiknya di PN Jaktim (youtube.com/Jakartanicus)

Di sisi lain, Wirya mengkritisi majelis hakim yang membatasi jumlah anggota tim kuasa hukum terdakwa dengan dalih kapasitas ruang sidang tidak memungkinkan.

"Kami juga menyesalkan berlanjutnya praktik diskriminasi dengan menggabungkan sidang Fatia dan Haris ketika menghadirkan Luhut sebagai saksi untuk kedua terdakwa," ucap dia

Menurut dia, hal itu bertentangan dengan keputusan majelis hakim sebelumnya yang menolak permintaan tim kuasa hukum terdakwa agar perkara kedua terdakwa digabungkan.

Wirya mengimbau jangan sampai berbagai perlakuan khusus ini mengesankan adanya keberpihakan terhadap salah satu pihak di dalam proses pengadilan yang melanggar prinsip fair trial.

"Selain itu, pernyataan seksis Ketua Majelis Hakim yang meminta salah satu satu kuasa hukum terdakwa agar berbicara lebih keras karena 'suaranya seperti perempuan' tidak layak untuk diucapkan oleh siapapun, apalagi oleh seorang hakim dalam pengadilan," tutur dia.

“Fatia dan Haris tidak seharusnya menjalani persidangan ini karena ekspresi damai yang mereka lontarkan terhadap pejabat publik dengan akses kekuasaan, karena kerja mereka sebagai pembela HAM," lanjut Wirya.

Baca Juga: Luhut: Saya Dibilang Penjahat, Itu Sangat Menyakiti Hati Saya

2. Dakwaan Fatia dan Haris dinilai tak sesuai dengan hak kebebasan berekspresi

Luhut Pandjaitan Hadiri Sidang Pencemaran Nama Baiknya di PN Jaktim (dok. IDN Times/Istimewa)

Dia menegaskan, dakwaan atas Fatia dan Haris tidak sesuai dengan hak kebebasan berekspresi sesuai dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) bahkan konstitusi.

Wirya lantas mendesak agar kedua aktivis itu dibebaskan dari segala tuduhan. Pihak berwenang juga wajib menghormati hak dan kerja aktivis pembela HAM.

“Kami mendesak keduanya dibebaskan dari segala tuduhan dan pihak berwenang menghormati hak-hak serta kerja para pembela HAM," imbuh dia.

Baca Juga: Disindir Bawa Catatan ke Sidang, Luhut: Saya Hampir 76 Tahun

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya