Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Upah, DPR
Buruh KIBA gelar ritual songkala bala atau tolak bala di PN Makassar, Selasa (14/10/2025) / Foto : Darsil Yahya

Intinya sih...

  • Pemerintah dianggap mengulang pola buruk tahun lalu

  • KHL diabaikan bukti Kemnaker tak patuhi MK

  • Ketiadaan regulasi jelang tenggat bukti Kemnaker abaikan MK

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengingatkan pemerintah pusat jangan jadi sumber kekacauan penetapan Upah Minimum 2026. Ia pun menyoroti keterlambatan pemerintah dalam menyiapkan dasar hukum kenaikan Upah Minimum 2026.

Menurut Edy keterlambatan ini bentuk kelalaian serius, sebab langsung berdampak pada rakyat pekerja dan dunia usaha. Hingga memasuki tenggat penetapan UM sesuai amanat PP 36/2021, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) belum menentukan bentuk regulasi yang akan jadi pedoman kenaikan upah buruh.

Edy mengingatkan, PP 36/2021 sudah mengunci kewajiban gubernur untuk menetapkan UM provinsi (UMP) paling lambat 21 November. Lalu UM kabupaten/kota (UMK) paling lambat 1 Desember.

“Jika regulasinya saja tidak disiapkan, bagaimana mungkin kepala daerah bisa bekerja sesuai mandat? Pemerintah pusat tidak boleh menjadi sumber kekacauan,” kata Edy kepada wartawan, Rabu (19/11/2025).

1. Mengulang pola buruk pemerintahan terdahulu

Ribuan buruh gelar demo kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 di depan Balai Kota Jakarta, Senin (17/11/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Edy menilai, pemerintah seperti mengulang pola buruk tahun lalu, ketika presiden tiba-tiba mengumumkan kenaikan UM 2025 sebesar 6,5 persen tanpa proses penyusunan regulasi yang transparan, lalu Menaker menerbitkan Permenaker yang hanya mengikuti angka tersebut.

Menurut Edy negara harus menunjukkan keseriusan dengan memastikan regulasi hadir sebelum kebijakan diumumkan, bukan setelahnya.

"Upah itu bukan angka yang turun dari podium lalu disulap jadi kebijakan. Negara ini punya hukum. Penetapan UM tidak boleh bertumpu pada pernyataan,” kata Legislator Fraksi PDIP itu.

2. KHL diabaikan bukti Kemnaker tak patuhi MK

Buruh Jabar tolak upah minimum 2022 di Gedung Sate (IDN Times-Azzis Zulkhairil)

Menurut Edy, pemberlakuan angka kenaikan tunggal seperti 6,5 persen pada tahun lalu, sudah terbukti merugikan pekerja di daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Misalnya, Maluku Utara (Malut) dengan pertumbuhan ekonomi menonjol hingga 34,58 persen pada triwulan I 2025.

“Bagaimana mungkin pekerja di daerah dengan lonjakan ekonomi setinggi itu disamakan begitu saja dengan provinsi lain? Kalau pemerintah bicara keadilan, mestinya berangkat dari data, bukan dari angka seragam,” ujarnya.

Edy juga menyesalkan diabaikannya amanat Mahkamah Konstitusi terkait Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Padahal, KHL bukan opsi yang harus dipilih negara, melainkan jadi dasar konstitusional dalam menentukan upah.

"Sudah ada Permenaker 18/2020 yang mengatur 64 item KHL, tetapi lagi-lagi tidak dijadikan rujukan. Jangan sampai negara sengaja menutup mata terhadap instrumen yang melindungi pekerja,” katanya.

3. Ketiadaan regulasi jelang tenggat bukti Kemnaker abaikan MK

Buruh Jabar tolak upah minimum 2022 di Gedung Sate (IDN Times-Azzis Zulkhairil)

Selain itu, Edy menilai, hilangnya peran Dewan Pengupahan Daerah dalam proses UM 2026, semakin memperlihatkan ketidakpatuhan Kemnaker terhadap putusan MK 168. Ketiadaan regulasi hingga jelang tenggat, merupakan bentuk pengabaian pemerintah terhadap kepentingan pekerja dan dunia usaha sekaligus.

Sebab, kata Edy, perusahaan membutuhkan kepastian untuk menyusun anggaran biaya tenaga kerja 2026, termasuk kalkulasi harga barang dan jasa.

“Bagaimana perusahaan bisa merencanakan produksi dan investasi kalau aturan upah yang menjadi dasar anggarannya tidak jelas? Pemerintah tidak boleh menyulitkan sektor usaha dengan ketidakpastian seperti ini,” kata Edy.

Sementara itu, pekerja dan keluarga sudah lebih dulu terbebani inflasi pangan dan peningkatan biaya hidup. Edy mengingatkan, keterlambatan regulasi UM 2026 membuka peluang sengketa besar di PTUN dan memicu gelombang demonstrasi.

“Upah riil mereka sudah turun, bahkan sebelum memasuki 2026. Menunda-nunda regulasi hanya memperdalam kerentanan mereka. Jangan lupa, daya beli pekerja adalah denyut ekonomi nasional,” ujarnya.

Editorial Team