Dinilai Kurang Lengkap, Berkas Kasus Paniai Dikembalikan ke Komnas HAM

Komnas HAM diberikan waktu 30 hari memperbaiki berkas

Jakarta, IDN Times - Tim Jaksa Penyidik Direktorat HAM Berat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), mengembalikan berkas penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai Papua kepada pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono mengatakan berkas penyelidikan tersebut belum memenuhi kelengkapan atau syarat-syarat suatu peristiwa dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan pelanggaran HAM Berat.

"Baik pada syarat-syarat formiil maupun pada syarat-syarat materiil. Dan karenanya, berkas hasil penyelidikan tersebut dinyatakan belum cukup bukti memenuhi unsur pelanggaran HAM Berat," kata Hari dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times di Jakarta, Jumat (20/3).

1. Komnas HAM diberikan waktu 30 hari memperbaiki berkas tersebut

Dinilai Kurang Lengkap, Berkas Kasus Paniai Dikembalikan ke Komnas HAMIlustrasi kantor Komnas HAM (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Kekurangan yang cukup signifikan kata Hari, ada pada kelengkapan materiil. Hal itu dilihat dari belum terpenuhinya seluruh unsur pasal yang akan disangkaan, yaitu Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Pengadilan HAM).

Namun, Hari enggan menjelaskan lebih detail apa unsur materiil yang dinilai belum lengkap itu. Dia juga tak menjelaskan apa yang menjadi kategori untuk menentukan sebuah kasus termasuk pelanggaran HAM berat.

"Komnas HAM mempunyai waktu 30 hari untuk melengkapi kekurangan berkas hasil penyelidikan dan kemudian mengembalikan berkas penyeledikan kembali kepada Jaksa Agung RI selaku penyidik pelanggaran HAM berat," ungkapnya.

Baca Juga: Fakta-fakta Penetapan Peristiwa Paniai sebagai Pelanggaran HAM Berat

2. Kasus Paniai dinilai Komnas HAM termasuk pelangaran HAM berat

Dinilai Kurang Lengkap, Berkas Kasus Paniai Dikembalikan ke Komnas HAMKonpers Komnas HAM soal kasus Paniai (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Komnas HAM sebelumnya menyerahkan berkas kasus ini ke Kejaksaan Agung pada 12 Februari 2020 lalu. Anggota Tim Ad Hoc Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Paniai, Munafrizal Manan mengatakan, ada indikasi obstruction of justice dalam peristiwa tersebut.

"Apa yg menyebabkan ada indikasi ini? Pertama adalah dilakukannya penghentian proses penyelidikan oleh Polda Papua tidak lama setelah terjadinya peristiwa Paniai ini," katanya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (17/2).

Munafrizal mengatakan, Polda Papua sebenarnya sudah mulai menyelidiki kasus yang terjadi pada 7-8 Desember 2014 itu. Namun dalam perkembangannya, proses penyelidikannya dihentikan hingga saat ini.

Menurutnya, penghentian proses penyelidikan usai dibentuknya tim dari pusat di Jakarta, yang disebut tim gabungan atau terpadu. Akan tetapi, peristiwa yang menyebabkan tewasnya empat orang serta 21 orang luka-luka ini tak ada kejelasan.

"Mengapa kita sebut obstruction of justice? Jadi seolah-olah kasus ini ingin dibiarkan saja berlalu tanpa pertanggung jawaban," katanya.

Munafrizal melanjutkan, ada hal lain yang membuat kasus ini disebut obstruction of justice. Di antaranya, hasil uji balistik yang tidak meyakinkan. Sehingga, hasilnya dinilai tak kredibel.

"Indikasi lainnya, TNI tidak kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan penyelidikan oleh Komnas HAM. Padahal, sudah dilakukan secara patut," ujarnya.

3. Jaksa Agung diminta serius menindaklanjuti kasus Paniai

Dinilai Kurang Lengkap, Berkas Kasus Paniai Dikembalikan ke Komnas HAMIDN Times/Azzis Zulkhairil

Munafrizal juga meminta agar Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin segera menindaklanjuti kasus Paniai. Sebab, Jaksa Agung sebelumnya cenderung tidak serius, dengan cara memberikan petunjuk kepada penyelidik berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM.

"Seolah-olah ingin menempatkan Jaksa Agung itu baru mau bekerja sebagai penyidik penuntut kalau hasil penyelidikan Komnas HAM ini istilahnya kayak ready to use, ready to eat. Gak boleh seperti itu," katanya.

Jaksa Agung berdasarkan Undang-Undang (UU) No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, juga memiliki kewenangan yang luas dalam mengungkap kebenaran. Jika hal itu juga tak dilakukan, pihaknya meminta agar Komnas HAM yang berstatus sebagai penyelidik, diberi kewenangan sebagai penyidik.

"Nah, itu dimungkinkan oleh UU. Saya kira itu yang harus dilakukan oleh pemerintah supaya terlihat keseriusan dalam hal menyelesaikan pelanggaran HAM berat ini," ujarnya.

Baca Juga: 5 Alasan Komnas HAM Tetapkan Peristiwa Paniai Pelanggaran HAM Berat

4. Isu HAM tak boleh dicampur aduk dengan urusan politik

Dinilai Kurang Lengkap, Berkas Kasus Paniai Dikembalikan ke Komnas HAMKonpers Komnas HAM soal kasus Paniai (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Sementara itu, Ketua Tim Ad Hoc Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Paniai M. Choirul Anam mengatakan, selain Jaksa Agung, siapa pun yang mengatakan kasus Paniai bukan pelanggaran HAM berat, maka statement tersebut adalah statement politik.

"Mana yang urusan penegakan hukum, mana yang urusan politik hak asasi manusia. Itu berbeda. Kalau ini dicampur aduk, jadinya ya kita ruwet terus. Potensi impunitas akan terjadi kalo ini dicampuradukkan," jelasnya.

Anam melanjutkan, pihaknya menetapkan kasus Paniai sebagai pelanggaran HAM berat berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dalam pasal 7 dan 9, kasus ini masuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan. Akan tetapi, Komnas HAM merahasiakan apa saja bukti-buktinya.

"Tapi kami memetakan metodenya. Metode bekerja kami adalah meminta semua keterangan aktor-aktor penting. Mulai dari paling bawah, sampai aktor paling atas. Mulai dari orang di lapangan sampai orang yang ambil kebijakan," ungkapnya.

Tak hanya itu, Komnas HAM juga memeriksa berbagai berkas, termasuk meninjau lapangan hingga beberapa video yang turut dilakukan pengecekan.

"Jadi mohon untuk tidak mengomentari apa pun soal ini karena ini law enforcement. Kalau bagian dari negara ini mau komentari, silakan dengan konteks law enforcement," tuturnya.

5. Kasus Paniai harus dituntaskan pada era kedua Jokowi

Dinilai Kurang Lengkap, Berkas Kasus Paniai Dikembalikan ke Komnas HAMPresiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/2/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Anam mengatakan, kasus ini dilingkupi dimensi politik yang kental. Karena, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo pernah menjanjikan kasus Paniai bisa diselesaikan dengan baik. Kasus ini juga tidak seperti kasus pelanggaran HAM tahun 1965 yang sulit untuk pembuktiannya.

"Keluarga korban (kasus Paniai) masih ada, dokumen-dokumen resminya di berbagai pihak juga masih ada, senjata yang digunakan juga masih ada, hasil-hasil uji balistik dan sebagainya juga masih ada," jelasnya.

"Harapan besarnya bisa ditindaklanjuti. Agar harapan dan kepercayaan publik bahwa keadilan atau agenda keadilan dalam masa periode kedua ini jalan dengan lebih baik dari masa-masa sebelumnya," katanya lagi.

Baca Juga: Aktivis Papua Beberkan Kronologis Tragedi Pelanggaran HAM Berat Paniai

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya