Masyarakat adat tuntut perda yang melindungi mereka segera dirumuskan (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Iman mengatakan, saat ini pengaturan mengenai Masyarakat Adat diterapkan dalam berbagai undang-undang sektoral, seperti undang-undang kehutanan, agraria, desa, dan pesisir. Fragmentasi regulasi ini menciptakan tumpang tindih, yang justru menghambat upaya Masyarakat Adat untuk memperoleh pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka.
Banyak dalil Al-Qur’an yang menjadi landasan Fraksi PKB dalam mengusung RUU Masyarakat Adat. Seperti QS Al-Mā'idah ayat 8 yang diperintahkan untuk "berlaku adil" kepada semua golongan. Kemudian hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya; ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkan (terzalimi)”.
Kaidah fiqih juga menjadi landasan, yaitu “Dar' al-mafsadah muqaddam ʿalā jalb al-maṣlaḥah” (menolak kerusakan didahulukan atas menarik kemaslahatan). Kaidah ini sangat relevan, di mana RUU Masyarakat Adat dipandang sebagai instrumen krusial untuk mencegah mafsadah berupa kriminalisasi dan urusan agraria yang merugikan masyarakat adat.
“Jadi, pengkajian dan penyusunan RUU Masyarakat Adat ini bukan sekadar agenda legislasi biasa, melainkan sebuah langkah strategis dan mendesak untuk mengatasi kesenjangan hukum yang ada, dan mewujudkan keadilan sosial yang hakiki bagi seluruh Masyarakat Adat di Indonesia,” tutur Iman.