Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App

Jakarta, IDN Times - Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman membeberkan sejumlah kajiannya terkait masih maraknya praktik korupsi yang dilakukan kepala daerah.

Sekretaris SAKSI, Herdiansyah Hamzah, menuturkan biaya politik yang tinggi menjadi salah satu penyebab suburnya praktik korupsi di tanah air.

1. Politik biaya tinggi jadi penyebab utama tindak korupsi kepala daerah

(Ilustrasi koruptor KPK) IDN Times/Sukma Shakti

Hal itu juga yang menyebabkan KPK melakukan operasi tangkap tangan KPK atas dugaan korupsi Bupati Kutai Timur, Ismunandar, dan sejumlah orang lain di Jakarta, Samarinda, dan Sangatta.

“Pertama, politik berbiaya tinggi itu mendorong kandidat, khususnya petahana, untuk menghalalkan segala cara,” kata Herdiansyah seperti dikutip Antara, Minggu (5/7/2020).

2. Ongkos menjadi seorang kepala daerah di Indonesia sangat mahal

Ilustrasi uang (IDN Times/Mela Hapsari)

Selain politik biaya tinggi, ada sejumlah faktor lain yang mendorong perilaku korup kepala daerah. Ia menjelaskan, dari hasil kajian lembaga Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri menyebutkan untuk menjadi wali kota/bupati dibutuhkan biaya mencapai Rp20-30 miliar dan untuk menjadi gubernur dalam kisaran Rp20-100 miliar.

“Sehingga ongkos yang harus mereka keluarkan ini tentu saja tidak sepadan dengan gaji yang bakal diterima oleh seorang kepala daerah,” ujarnya.

3. Pengadaan barang dan jasa jadi cara kepala daerah lakukan tindak korupsi

(Tim penyidik KPK tengah menunjukkan barang bukti OTT Bupati Kutai Timur) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Penyebab kedua, masih kuatnya politik transaksional dalam proses pengadaan barang dan jasa. Kepala daerah cenderung menggunakan pengaruhnya untuk mengatur lalu lintas pemenang tender barang dan jasa, demi mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.

“Tradisi macam ini jelas akan melanggengkan tindakan korup dalam pengadaan barang dan jasa,” tuturnya.

4. Politik dinasti membuat sistem pengawasan pemerintah menjadi lemah

(Para tersangka OTT Bupati Kutai Timur dipajang oleh KPK saat jumpa pers) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Terakhir, lanjut dia, masih suburnya politik dinasti di Indonesia. Dari tersangka lain yang turut diamankan adalah ketua DPRD Kutai Timur yang juga istri dari sang bupati Kutai Timur.

Fakta itu menandakan politik dinasti telah memberikan jalan yang lapang bagi perampokan keuangan negara.

“Politik dinasti telah melumpuhkan check and balances system antara pemerintah dan DPRD. Kendali pengawasan berada di tangan satu keluarga. Jadi mustahil akan ada kontrol yang kuat dan memadai di bawah kuasa politik dinasti,” ujarnya.

Editorial Team