Bukan dari TNI, Ini Sosok Presiden Idaman Millennial dan Gen Z

Santi berpendapat Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang jujur, tidak korupsi, dan mengutamakan kepentingan publik. Karena itu, ia berpikir Indonesia sebaiknya memiliki presiden yang bukan berasal dari kalangan TNI. Secara rinci ia merujuk pada sosok pemimpin yang berasal pengusaha.

“Karena kalau dari unsur sipil gak punya beban di masa lalu, kayak yang dulu berkarier di militer. Biasanya kalau punya latar belakang militer suka tersangkut kasus pelanggaran HAM,” kata perempuan 33 tahun itu.

Selain itu, Santi juga mengatakan, Indonesia sebaiknya juga tidak dipimpin politikus. Hal itu karena bisa menjauhkan sosok tersebut dari korupsi.

“Karena dia datang dari unsur sipil biasa, jadi juga ngerasain apa yang warga biasa juga hadapi. Seharusnya sih bisa buat kebijakan yang lebih berpihak ke publik ya,” katanya.

Indi juga punya pendapat berbeda, ia mengatakan Indonesia seharusnya dipimpin sosok yang tidak terbebani hal apapun, selain kebutuhan publik. Selain itu, presiden juga harus memahami dan memperbaiki penegakan hukum hak dan asasi manusia. Ia juga mengharapkan pemimpin yang mengerti pola pikir millennial dan gen Z.

Sehingga, menurut perempuan 19 tahun itu, sosok pemimpin Indonesia yang tepat harus berasal dari kepala daerah. Sebab, ia meyakini kepala daerah memiliki kemampuan memimpin sebuah wilayah.

“For example, Presiden Jokowi, sebelumnya jadi wali kota Solo, tentunya beliau mengetahui langkah-langkah apa yang akan beliau gunakan untuk membangun Indonesia menjadi lebih maju lagi,” kata dia.

Pandangan lain juga disampaikan Bintang, ia berpendapat Indonesia seharusnya dipimpin sosok yang tegas, konsisten, kritis, dan ambisius. Selain itu, sosok kepala negara juga harus terbuka dengan hal-hal baru dan berani mengambil tantangan, agar Indonesia menjadi negara yang lebih maju.

Menurut perempuan 25 tahun ini, presiden harus berasal dari ketua umum partai politik. Hal itu karena ketua umum parpol tentu memiliki ambisi dan target pembangunan yang sudah direncanakan secara matang, bersama partainya hingga partai koalisi.

“Ketua parpol kan memiliki birokrasi yang sudah terbentuk di partai, mungkin cara kepemimpinan dari ketum parpol lebih siap untuk melakukan negosiasi-negosiasi antar partai pendukung dan oposisi. Lalu lebih mudah juga mengatur agenda kegiatan yang dilakukan karena berpatokan pada target partai, dan akan lebih ambisius dalam mencapai tujuan tersebut,” ujar dia.

Sependapat dengan Indi, Diana juga berpendapat pemimpin yang baik yaitu bisa menerima pendangan millennials dan kemajuan teknologi sebagai saran pendidikan. Selain itu, juga bisa membuat sebuah program agar anak-anak bangsa menjadi disiplin.

“Kepala daerah kayaknya tepat deh untuk jadi presiden,” kata perempuan 23 tahun itu.

Diana juga mengaku sangat tertarik mendengar visi misi kepala daerah yang mencalonkan diri sebagai presiden pada ajang debat calon presiden nanti. Sebab, menurutnya dari debat tersebut akan terlihat sejauh mana kepala daerah mengerti keadaan masyarakat hingga jangkauan terkecil.