Cegah Kekerasan Seksual di Pesantren, Menag Buat Tim Khusus

- Peraturan Menteri Agama sudah ada
- Tim terlibat dari berbagai tingkatan
- Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual diatur dalam pasal 2 dan 3
Jakarta, IDN Times - Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, mengatakan sudah membentuk tim khusus untuk mencegah kekerasan seksual di pesantren. Dia berharap, tidak ada lagi kekerasan seksual yang terjadi di pesantren
"Sebetulnya bukan pesantren, dia abal-abal menggunakan produk pesantren. Nah, kita sudah bentuk timnya, tidak boleh ada seperti itu lagi, dan kita bentuk tim khusus pencegahannya," ujar Nasaruddin di kantor Kemenko PMK, Kamis (10/7).
1. Sudah ada Peraturan Menteri Agama

Secara terpisah, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Basnang Said, mengatakan sudah ada aturan terkait pembentukan tim khusus pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pesantren.
"Ini bisa dibaca di PMA (Peraturan Menteri Agama) Nomor 73 Tahun 2022, tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kemenag dan juga KMA Nomor 83/2023, tentang pedoman penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kemenag," ujar Basnang saat dihubungi IDN Times, Jumat (11/7/2025).
2. Tim yang melakukan pencegahan kekerasan seksual di pesantren

Basnang Said menjelaskan, ada sejumlah tim yang terlibat dalam pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pesantren, mulai dari kementerian dan lembaga hingga kepala daerah.
"Tingkat pusat terdiri dari Kementerian Agama dan kementerian/lembaga yang terkait seperti KPPA, pemerintah daerah tingkat provinsi, kabupaten/kota, sampai kepada satuan-satuan pendidikan yang terdiri dari unsur kepala madrasah, pengasuh pesantren, kepala satuan atau termasuk rektor," ucap dia.
3. Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual

Pada Pasal 2 dijelaskan, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual mempunyai tujuan:
a. Mencegah dan menangani segala bentuk kekerasan seksual;
b. Melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku;
c. Mewujudkan lingkungan di satuan pendidikan tanpa kekerasan seksual; d. Menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.
Pasal 3 juga menjelaskan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dilaksanakan dengan prinsip:
a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia;
b. Nondiskriminasi;
c. Kepentingan terbaik bagi Korban;
d. Keadilan;
e. Kemanfaatan;
f. Kepastian hukum.