Baleg DPR RI gelar rapat kerja evaluasi prolegnas. (IDN Times/Amir Faisol)
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 20 ayat (2), rancangan undang-undang dibahas bersama antara DPR dan Presiden. Proses tersebut harus menghasilkan persetujuan bersama sebelum akhirnya disahkan menjadi undang-undang.
Adapun, RUU Perampasan Aset saat ini belum masuk teknis pembahasan di DPR RI. Badan Legislasi (Baleg) DPR baru mengesahkan ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
DPR dan pemerintah juga disebut telah bersepakat menyelesaikan proses pembahasan RUU Perampasan Aset pada 2025. Hal ini menindaklanjuti desakan publik pada tuntutan rakyat 17+8 dalam gelombang unjuk rasa 25-31 Agustus 2025.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bob Hasan, usai memimpin rapat kerja evaluasi Prolegnas Prioritas 2025, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 9 September 2025. Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah menyepakati RUU Perampasan Aset masuk Prolegnas Prioritas 2025.
"Targetnya tahun ini semuanya harus dibereskan, tetapi kemudian kita ini namanya meaningful," kata Bob usai rapat.
Kendati, Bob mengatakan, DPR RI tetap akan berhati-hati dan tak mau terburu-buru. Pembahasan RUU Perampasan Aset harus melibatkan partisipasi masyarakat (meaningfull participations).
Sebab, perlu dicermati apakah substansi RUU Perampasan Aset ini masuk dalam sektor pidana asal (predicate crime) atau pidana tambahan atau justru masuk hukum perdata.
"Nah, isinya mesti tahu dulu, dia apakah termasuk pidana asal atau pidana tambahan. Ada pidana pokok, ada jenisnya macam-macam. Perampasan Aset ini pidana apa perdata? Kan begitu," katanya.
Kesimpulan: narasi yang menyebutkan Presiden Prabowo telah resmi mengesahkan UU Perampasan Aset dipastikan hoaks. Faktanya, Prabowo mendukung penuh pembahasan RUU Perampasan Aset untuk segera digulirkan di DPR RI, dan DPR baru sepakat memasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2025.