Polri Usut Penyelewengan Dana ACT untuk Korban Kecelakaan Lion Air
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Polisi terus mengusut dugaan penyelewengan dana yang dilakukan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Salah satunya adalah dana yang disalurkan untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018 lalu.
Penyelewengan dana tersebut diduga dilakukan oleh petinggi ACT, yakni mantan Presiden ACT, Ahyudin dan Presiden ACT, Ibnu Khajar.
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, keduanya diduga menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.
"Pengurus Yayasan ACT, dalam hal ini Saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua pengurus dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial dari pihak Boeing untuk kepentingan pribadi masing-masing," kata Ramadhan, dikutip dari ANTARA, Sabtu (9/7/2022).
1. ACT tak pernah beritahu ahli waris soal dana bantuan
Ramadhan mengatakan, kedua petinggi ACT itu tidak pernah mengikutsertakan pihak ahli waris korban dalam penyusunan rencana dan pelaksanaan penggunaan dana bantuan yang diterimanya dari Boeing.
Mereka juga tidak pernah memberitahu ahli waris besaran dana yang didapatkan dari pihak Boeing tersebut. Termasuk penggunaan atas dana itu.
Baca Juga: Presiden ACT Ibnu Khajar dan Pendiri ACT Ahyudin Diperiksa Polisi
Baca Juga: 12 Fakta Kasus ACT, Gaji Bos 'Selangit' hingga Donasi untuk Al Qaeda
2. Dana Rp138 miliar dari Boeing
Ramadhan mengatakan, berdasarkan keterangan Ahyudin dan Ibnu Khajar kepada polisi pada Jumat (8/7/2022), diketahui bahwa ACT menerima dana dari Boeing sebesar Rp138 miliar.
Editor’s picks
Pihak Boeing sendiri memberikan dua jenis dana kompensasi melalui ACT, yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris korban dengan nilai masing-masing Rp2,06 miliar serta bantuan non tunai dalam bentuk dana sosial senilai Rp2,06 miliar.
Sebab dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, maka Boeing pun menunjuk ACT sebagai yayasan pengelola dana atas rekomendasi para ahli waris korban.
"Jadi harus menggunakan lembaga atau yayasan sesuai persyaratan yang ditentukan pihak Boeing. Salah satunya lembaga harus bertaraf internasional. ACT ditunjuk sebagai pengelola dana untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai rekomendasi para ahli waris," kata Ramadhan.
3. Dana tidak direalisasikan oleh ACT
Meski sudah mendapat amanat, namun rupanya ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana yang diterima dari Boeing kepada para ahli waris tersebut.
"Diduga ACT tidak merealisasikan seluruh dana sosial tersebut, tetapi sebagian dana sosial dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf," katanya.
Selain itu, ujar dia, dana juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan kepentingan pribadi Ahyudin dan wakil ketua pengurus.
Baca Juga: ACT Minta Pencabutan Izin Dibatalkan, Kemensos: Keputusan Terakhir
4. Kasus masih dalam penyelidikan
Lebih lanjut Ramadhan mengatakan bahwa kasus tersebut masih dalam penyelidikan.
Penyidik mengusut pihak ACT dengan dugaan pelanggaran Pasal 372 Jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat 1 Jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 Jo Pasal 5 (UU) Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Pemberantasan TPPU.