Diskusi Publik IJTI soal Revisi UU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat (15/5/2024). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa
Yadi lantas mengaku kaget dengan adanya RUU Penyiaran yang muncul saat ini. Sebab, Dewan Pers sendiri seakan tidak dilibatkan dalam pembahasan tersebut. Salah satu yang jadi sorotan ialah adanya pelarangan produk jurnalis investigasi dan upaya merebut kewenangan Dewan Pers.
"Tetapi ketika di tahun 2024 masuk, kita kaget, seperti petir di siang bolong, kenapa? Karena bunyi pasalnya itu luar biasa, kalau di 2007, 2017, 2020 itu masih kita bisa manage, kita bisa bicara tapi di tahun 2024 itu luar biasa karena langsung kepada jantungnya," kata Yadi.
Sebelumnya, Dewan Pers menolak rencana RUU Penyiaran yang menuai kontroversi, karena dinilai mengancam kebebasan pers.
Kendati demikian, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan, Dewan Pers tetap menghormati pemerintah yang memiliki kewenangan secara konstitusional untuk menyusun sebuah regulasi terkait pemberitaan pers baik cetak, elektronik, maupun lainnya.
“Terhadap draf RUU Penyiaran versi Oktober 2023, Dewan Pers konsisten menolak,” kata Ninik dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat pada Selasa, 14 Mei 2024.
Ninik menjelaskan, Dewan Pers menolak RUU Penyiaran ini karena pertama, UU Nomor 40 Tahun 1999 tidak dimasukkan konsiderans RUU Penyiaran. Hal itu mencerminkan tidak diintegrasikannya kepentingan jurnalistik sebagai salah satu produk penyiaran.
Kedua, keberadaan RUU Penyiaran ini akan mereduksi kemerdekaan dan independensi pers. RUU Penyiaran juga tidak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas.
“Dewan Pers berpandangan perubahan ini akan menyebabkan pers menjadi buruk, pers yang tidak profesional dan tidak independen,” kata dia.
Ketiga, Ninik mengatakan, RUU Penyiaran juga menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91 PUU/XVIII/2020 yang menyatakan bahwa penyusunan RUU harus ada keterlibatan masyarakat.
Ninik juga menyinggung mengenai larangan jurnalistik investigatif. Menurut dia, larangan ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Penyiaran media investigatif itu adalah satu modalitas kuat dalam karya jurnalistik profesional,” beber dia.