Menhan Prabowo Akhirnya Beli 12 Jet Tempur Bekas Qatar Rp12 Triliun 

Pembelian Mirage AU Qatar bisa langkah transisi kekuatan

Jakarta, IDN Times - Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto akhirnya membeli jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar. Kontrak pembelian dilakukan untuk 12 unit jet tempur yang sebelumnya digunakan Qatar, dengan total nilai 792 juta dolar AS atau setara hampir Rp12 triliun (kurs Rp14.800 per USD).

Dikutip dari Reuters, Kamis (15/6/2023), penandatangan kesepakatan dengan Excalibur International a.s., yakni unit dari perusahaan pertahanan Ceko Czechoslovak Group (CSG) pada Januari lalu. Pesawat akan dikirim dalam waktu 24 bulan dari tanggal tersebut.

Baca Juga: China-Rusia Patroli Udara Bersama, Korsel-Jepang Kerahkan Jet Tempur!

1. Pembelian Mirage milik AU Qatar bisa menjadi langkah transisi kekuatan

Menhan Prabowo Akhirnya Beli 12 Jet Tempur Bekas Qatar Rp12 Triliun Ilustrasi - Jet tempur dan pesawat pembom strategis AS terbang bersama jet tempur AU Korsel pada Latihan Vigilant Ace 2017. twitter.com/ians_india

Juru bicara Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebut pembelian Mirage milik AU Qatar diharapkan bisa menjadi langkah transisi kekuatan sebelum enam jet tempur Rafale tiba dari Prancis. Sekadar informasi, pesawat pertama Rafale baru tiba pada 2026. 

"Jadi, harapan kami, (Mirage) bisa menjadi kekuatan transisi sebelum Rafale tiba karena kan masih membutuhkan waktu," tutur dia beberapa waktu lalu.

2. Ada gap antara kekuatan faktual dengan kebutuhan

Menhan Prabowo Akhirnya Beli 12 Jet Tempur Bekas Qatar Rp12 Triliun Ilustrasi jet tempur membentuk formasi arrow head untuk fly pass di HUT RI (www.tni-au.mil.id)

Sejumlah pihak menyayangkan bila Prabowo jadi membeli alutsista bekas. Tetapi, dalam pandangan analis militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, TNI menghadapi dilema untuk perbaruan.

Menurut Fahmi, proses belanja alutsista kembali bisa diaktifkan pada Renstra III. Sebab, sebelumnya, sudah ada sejumlah pembelian alutsista yang mandeg. Sehingga, ada perbedaan yang sangat jauh dari capaian Minimum Essential Force (MEF) dengan rencana awal. 

"Adanya delay ini menyebabkan ada gap antara kekuatan faktual dengan kebutuhan. Untuk cukup kebutuhan ini, kita harus belanja. Tentu saja idealnya beli yang baru. Masalahnya (alutsista) yang baru itu datangnya tiga sampai empat tahun kemudian usai dibayar," ungkap Fahmi kepada IDN Times melalui pesan pendek. 

Sedangkan, kata dia, kebutuhan faktual TNI tidak bisa ditunda. Di sisi lain, jet tempur milik Indonesia yang siap tempur juga sangat terbatas. 

"Celah ini mendesak untuk secepatnya diatasi. Ya, betul kita sudah pesan jet tempur Rafale. Tapi, kan paling cepat jet tempur itu tiba pada 2026. Selama masa transisi ini diperlukan kekuatan penopang," tutur dia. 

Baca Juga: [WANSUS] COO PT PAL: Alutsista Buatan RI Banyak Dilirik Militer Luar

3. Pembelian alutsista bekas dari negara lain tidak melanggar aturan

Menhan Prabowo Akhirnya Beli 12 Jet Tempur Bekas Qatar Rp12 Triliun Ilustrasi alutsista TNI (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Fahmi menjelaskan pembelian alutsista bekas dari negara lain tidak melanggar aturan, termasuk UU Nomor 16 Tahun 2012 mengenai industri pertahanan. Ia menggarisbawahi, pemerintah boleh-boleh saja membeli alutsista bekas selama syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk pengadaan tersebut, terpenuhi. 

Merujuk kepada UU Industri Pertahanan tersebut, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi yaitu:

  1. Alat peralatan pertahanan dan keamanan itu belum atau tidak bisa dibuat di dalam negeri
  2. Mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan di dalam negeri
  3. Kewajiban alih teknologi
  4. Jaminan tidak adanya potensi embargo, kondisionalitas politik dan hambatan penggunaan alat peralatan pertahanan dan keamanan
  5. Adanya imbal dagang di mana kandungan lokal dan atau ofset paling rendah mencapai 85 persen
  6. Kandungan lokal dan atau ofset yang dimaksud, paling rendah memiliki kandungan 35 persen. Lalu, peningkatan 10 persen setiap lima tahun.

Meski demikian, kata Fahmi, tetap ada risiko bila membeli alutsista bekas yakni terkait risiko keselamatan. "Selain itu, juga harus mempertimbangkan lifetime (alutsista) yang lebih singkat," ujarnya. 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya