Perempuan di Atas Lautan Kerang Jakut, Lekat Bau Anyir demi Kehidupan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - "Kruk-kruk" suara dari cangkang kerang hijau yang remuk saat terinjak terdengar renyah seolah menyambut langkah kaki saya memasuki Kampung Kerang Hijau, RT 6 RW 22, Penjaringan Jakarta Utara, Senin (30/10/2023).
Sepanjang mata memandang, tidak ada tanah atau plester beton hanya limbah kerang hijau yang bertumpuk sampai remuk jadi daratan bagi warga Kampung Kerang.
Di lokasi pengupasan kerang, banyak drum-drum perebus kerang yang mengepul. Nampak wajah dua laki-laki penjaga tungku menahan pijaran tungku perebus. Tidak jauh, puluhan ibu-ibu berjejer dengan tumpukan kerang yang menggunung. Mereka seolah berlomba untuk mengeluarkan isian kerang. Tanpa kata, hanya tangannya yang bekerja.
1. Terbiasa dengan kepungan lalat
Jari jemari Siti Julaeha nampak terampil memisahkan kerang dari cangkangnya. Mata perempuan pengupas kerang tersebut sesekali melirik anaknya Syifa (3) yang bermain balon. Seolah sudah akrab dengan dengung kepak sayap lalat yang berada setiap sudut, Siti tetap giat mengupas kerang.
"Kupas ini harus cepat kalau lambat tidak dapat duit," ujar Siti sambil terus mengupas.
Baca Juga: Asa Wulan, Gadis Pengupas Kerang di Jakut di Tengah Kemegahan Ibu Kota
2. Penghasilan satu hari Rp70 ribu sampai Rp80 ribu
Siti mengatakan dia sudah menjadi pengupas kerang sejak tahun 2010. Dalam satu hari dia bisa mengupas satu sampai dua drum yang berisi kerang hijau. Satu drum, Siti mendapatkan upah Rp40 ribu.
"Sehari bisa dapat Rp70 ribu sampai Rp80 ribu. Biasanya mulai pagi sekitar jam 09.00 sampai petang," paparnya.
3. Bersyukur meski badan pegal tidak dirasa
Editor’s picks
Rasa nyeri pinggang yang kerap menghampiri Siti tak pernah dirasakan. Dia harus duduk dari pagi sampai petang agar bisa mendapat kupasan kerang banyak agar dapur tetap ngebul.
Suami Siti, merupakan pedagang ikan, namun penghasilannya juga tidak menentu. Siti mengaku tidak jenuh hampir tiap hari mengupas kerang, sebaliknya dia bersyukur meski hanya memakai daster setiap hari dan berbau amis asal bisa mendapatkan uang untuk membayar kebutuhan hidup yang semakin mencekik.
"Gak pernah jalan-jalan, libur, yang penting bisa kupas kerang tiap hari sudah bersyukur," katanya.
4. Kehidupan pengupas kerang tidak terhempas saat ada pembangunan tanggul
Beban Siti seolah semakin berat, tidak hanya huniannya yang hampir tenggelam karena berada di pesisir pantai Jakarta, namun juga tidak bisa akses air bersih yang merupakan sumber kehidupan.
Siti merinci dalam satu bulan dia membeli air untuk mencuci dan mandi sebesar Rp200 ribu, sementara air minum dua membeli galon isi ulang Rp300 ribu dalam satu bulan.
"Tiap habis (air) saya dorong sendiri ke pangkalan beli enam blong (jerigen) Rp15 ribu. Air ini untuk nyuci, mandi tapi kalau minum beli sendiri," katanya.
Bagi perempuan berusia 36 tahun ini, bau anyir kerang merupakan cuan yang jadi nafas kehidupan lebih baik. Dia berharap kehidupan pengupas kerang tak terhempas seiring pembangunan tanggul program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Presiden Joko Widodo.
Liputan ini merupakan bagian dari jurnalistik feminis yang digelar yayasan AKSI dan Konde.co.
Baca Juga: Ini Isu Perempuan yang Dicanangkan di Visi Misi 3 Capres-Cawapres 2024