Wamenkes: Cek Hipotiroid Sejak Bayi Cegah Kecacatan Anak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, kelainan hormon tiroid atau Hipotiroid Kongenital (HK) pada bayi lahir berisiko tinggi menyebabkan masalah kesehatan serius.
Dante mengatakan, penanganan sedini mungkin diperlukan, mengingat hormon tiroid memiliki peran penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.
“Kalau anak-anak memiliki hormon tiroid normal, maka pertumbuhan dan perkembangannya akan berlangsung dengan baik dan optimal. Tinggi badan dan berat badannya cukup, kecerdasannya juga bagus,” kata Dante dalam siaran tertulis dikutip laman Kementerian Kesehatan, Selasa (6/9/2022).
Baca Juga: Tok! Mulai Hari Ini Bayi Baru Lahir Wajib Skrinning Hipotiroid
1. Pengobatan yang terlambat dapat mengakibatkan anak mengalami kecacatan
Dante mengatakan, gangguan hormon tiroid dapat menganggu perkembangan dan pertumbuhan terutama pada saraf otak anak. Akibatnya, anak tidak akan tumbuh optimal, cenderung pendek, dan berat badan kurang.
Penemuan kasus dan pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan anak mengalami kecacatan hingga keterbelakangan mental.
"Untuk itu, diperlukan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sesegera mungkin agar pengobatan pada anak bisa segera diberikan. Pemberian terapi sebelum anak berusia 1 bulan dapat mencegah terjadinya kerusakan pada saraf otak sehingga anak dapat tumbuh dengan baik," katanya.
Baca Juga: Kanker Tiroid: Jenis, Gejala, Penyebab, Diagnosis, Pengobatan
2. Pengambilan sampel dari tumit kaki bayi
Pemeriksaan hormon tiroid pada anak dilakukan dengan pengambilan 2-3 tetes sampel darah yang diambil dari tumit bayi berusia 48 sampai 72 jam.
Editor’s picks
"Di Indonesia, pelaksanaan SHK telah dimulai sejak tahun 2003 melalui kerja sama antara Kementerian Kesehatan dengan RSHS Bandung dan RSCM Jakarta untuk melakukan uji SHK,"ujarnya.
Baca Juga: 30 Ribu Ibu Hamil di Banten Berisiko Lahirkan Anak Stunting
3. Belum semua fasilitas kesehatan terapkan pemeriksaan SHK
Sampai tahun 2020, terdata lebih dari 4000 fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) telah melaksanakan SHK dengan pemeriksaan laboratorium di 4 RS vertikal.
Di antaranyaRSUP Dr. CiptoMangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito, dan RSUD dr. Soetomo.
"Capaian tersebut masih belum optimal karena belum semua fasyankes di semua kabupaten/kota menerapkan pemeriksaan SHK," katanya.
Baca Juga: PBB di Somalia: Ada Bayi yang Gak Bisa Nangis karena Terlalu Lapar
4. Kemenkes tambah 7 laboratorium
Untuk itu, Kemenkes tahun ini akan menambah 7 laboratorium pemeriksa SHK, yaitu RSUP Karyadi Semarang, RSUP Adam Malik Medan, RSUP Dr M Djamil Padang, RSUP M Hoesin Palembang, RSUP Prof Dr IG Ngoerah Denpasar, RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan RSUP Dr R.D Kandouw Manado.
“Sekarang baru ada 4 lab yang bisa melakukan pemeriksaan SHK. Dengan keinginan kami untuk melakukan pemeriksaan kepada seluruh bayi baru lahir, maka kami perlu meningkatkan jumlah laboratorium dari 4 menjadi 11 laboratorium,” ucap Wamenkes.
Baca Juga: 1,2 Juta Orang Meninggal karena Antibiotik, Wamenkes: Silent Pandemic