Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-08-22 at 17.53.23.jpeg
Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto. (IDN Times/Amir Faisol)

Jakarta, IDN Times - Wakil Sekretaris Negara (Wamensesneg) RI Bambang Eko Suhariyanto mengaku tidak mengikuti secara utuh kasus keracunan massal makan bergizi gratis (MBG) di sejumlah daerah dalam beberapa pekan terakhir.

Ia mengaku konsentrasinya masih terpecah karena selama empat hati ini fokus mengawal Revisi Undang-Undang (RUU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersama Komisi VI DPR RI. Ia menyarankan awak media bertanya langsung ke Badan Gizi Nasional (BGN).

"Saya nggak ngikutin MBG. Ya nanti tanya aja kepada BGN ya. Saya konsentrasi di sini," kata Bambang Eko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Bambang juga menegaskan tidak mengikuti pemberitaan tentang keracunan massal MBG yang telah mencapai ribuan kasus.

"Iya, saya gak ngikutin yang itu ya. Saya mohon maaf, saya gak ngikutin yang itu," kata dia.

Kendati, ia memastikan Presiden Prabowo Subianto tetap memonitor perkembangan kasus keracunan massal MBG di sejumlah daerah.

"Oh tau, tau, kan di media kan ada," ujarnya.

1. Penegak hukum diminta ikut investigasi kasus keracunan MBG

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. (IDN Times/Amir Faisol)

BGN mencatat keracunan MBG di seluruh Indonesia telah mencapai 4.711 kasus dari Januari hingga 22 September 2025. Kasus keracunan paling banyak terjadi di Pulau Jawa. BGN membagi jumlah kasus tersebut ke dalam tiga wilayah, yakni Wilayah I mencapai 1.281 kasus, Wilayah II mencapai 2.606 kasus, dan Wilayah III meliputi 824 kasus.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta aparat penegak hukum ikut menginvestigasi kasus keracunan massal siswa di sejumlah daerah imbas MBG. Hal ini penting untuk memastikan apakah kasus keracunan massal ini disebabkan kelalaian dalam proses penyajian makanan, atau justru ada dugaan kesengajaan.

“Kita juga meminta kepada APH untuk juga ikut melakukan investigasi lapangan, untuk membedakan mana yang benar-benar keracunan, kelalaian, mana yang ada hal-hal yang mungkin ya sengaja begitu kan,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2025).

2. BGN harus serius evaluasi pelaksanaan MBG

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. (IDN Times/Amir Faisol)

Dasco mengaku prihatin dengan maraknya keracunan MBG di sejumlah daerah. Oleh karena itu, BGN diminta serius menyikapi kasus keracunan massal MBG. Namun, ia mengimbau semua pihak memberikan kesempatan bagi BGN untuk mengevaluasi menyeluruh pelaksanaan MBG.

“Kita prihatin terhadap soal kejadian-kejadian makan MBG, yang saat ini terjadi di beberapa tempat. Nah, tentunya kita meminta kepada BGN untuk menyikapi hal ini dengan serius,” kata Dasco.

Dasco menambahkan, DPR melalui Komisi IX juga akan mengawal dan mengawasi evaluasi MBG yang dijalankan oleh BGN, termasuk memberikan masukan serta saran.

“Komisi teknis di DPR juga sudah mungkin mengikuti perkembangan, dan tentunya komisi teknis terkait mungkin akan mengambil langkah-langkah juga yang dianggap perlu untuk perbaikan dan evaluasi dari MBG," kata dia.

"Supaya tertata dengan rapi dan tidak terjadi lagi hal yang tidak diinginkan,” ujar dia.

3. BGN tanggung penuh biaya pengobatan keracunan MBG

Siswa SMPN 9 OKU dìbawa ke Puskesmas, diduga keracunan usai santap MBG. (Dok. Istimewa)

Sementara itu, Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, menegaskan pihaknya menanggung penuh biaya pengobatan akibat keracunan MBG. Biaya pengobatan tidak akan dibebankan kepada pihak orang tua, sekolah, hingga pemerintah daerah.

"Kita punya dana, ada yang kita ambilkan misalnya dari operasional, kejadian luar biasa, dan macam-macam itu kan pasti kita sediakan, itu full dari BGN, semua ditanggung (biaya pengobatan)," ujar Nanik di Cibubur, Jawa Barat, pada Kamis (25/9/2025).

Nanik menegaskan, pihaknya menerapkan standar operasional baru di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yaitu seluruh koki harus memiliki sertifikat dari lembaga resmi.

"Kalau di dunia chef itu ada berbagai asosiasi, lembaga pangan, biasanya dari asosiasi chef sendiri mereka ini sebetulnya chef-chef yang sudah kerja, misalnya di restoran-restoran itu sudah punya sertifikasinya karena mereka harus punya sertifikat, kalau enggak punya maka nggak boleh masuk, nah kalau yang enggak punya sertifikasi ini dia biasanya mengikuti tes dulu, pendidikan dulu, tiga bulan lalu mereka bisa memperoleh sertifikasi," ujar Nanik, dikutip dari ANTARA, Kamis (25/9/2025).

Editorial Team