BGN: SPPG Ditutup 14 Hari Jika Terbukti Sebabkan Keracunan MBG

- BGN akan evaluasi menyeluruh penyebab keracunan di SPPG yang ditutup selama minimal 14 hari.
- Sejumlah SPPG ditutup per September 2025, termasuk di Garut, Tasikmalaya, dan Banggai.
- BGN bekerjasama dengan polisi untuk menangani kasus keracunan dan akan diproses secara pidana jika ditemukan unsur kesengajaan.
Jakarta, IDN Times - Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Sony Sanjaya menegaskan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersangkut kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) akan dihentikan operasionalnya minimal selama 14 hari.
"Hasil uji laboratorium (dari Badan Pengawas Obat dan Makanan) itu kan rata-rata 14 hari baru keluar ya, nah di situ kan penyidik juga berproses, meminta keterangan, kemudian mengumpulkan alat bukti. Setelah itu, kemudian BGN akan mengkaji kembali," kata Sony dikutip dari ANTARA.
1. BGN akan evaluasi menyeluruh

BGN akan mengevaluasi secara keseluruhan penyebab keracunan. Setelah dapat dipastikan penyebabnya dan terbukti telah melakukan perbaikan, maka izin operasional bisa dikeluarkan kembali.
"BGN pasti melihat dulu, apakah terkait dengan kondisi fasilitas atau apa? Kalau fasilitasnya sudah dilakukan perbaikan, kemudian perbaikan, bisa saja izin dikeluarkan, tetapi selama ini kan baru ditutup ya, baru tutup terutama untuk yang September ini," paparnya.
2. Sejumlah SPPG ditutup

BGN membeberkan, per September 2025 SPPG yang ditutup yakni Garut, Jawa Barat, satu SPPG, Tasikmalaya, Jawa Barat, 1 SPPG, dan Banggai, Sulawesi Selatan, 1 SPPG. Selain itu, kasus terbaru di SPPG Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat juga dihentikan sementara.
"Lainnya masih investigasi karena ada kejadian yang penyebabnya ternyata bukan keracunan," ucapnya.
3. BGN bekerja sama dengan polisi

Untuk menangani kasus-kasus keracunan di berbagai wilayah, BGN bekerja sama dengan kepolisian untuk melakukan investigasi. Apabila ditemukan unsur kesengajaan, maka SPPG akan diproses secara pidana.
"Setiap kali ada kejadian, kami itu berkoordinasi dengan Polres karena Polres kan datang ke tempat kejadian perkara, mengambil sampel secara pro justitia (sesuai hukum), jadi ya tentu berkoordinasi dari awal memang seperti itu. Apabila memenuhi unsur pidana, ada unsur kesengajaan apalagi, maka yang bertanggung jawab itu pelakunya berdasarkan hasil penyelidikan," paparnya.