[WANSUS] Febri Diansyah: Jubir Tak Boleh Sampaikan Informasi Bohong

Febri sebut no hard feeling terhadap pimpinan baru

Jakarta, IDN Times - Sudah satu bulan lamanya Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah tak lagi muncul di layar kaca. Hal itu menyusul kebijakan pimpinan baru komisi antirasuah yang menginginkan wajah baru sebagai juru bicara. 

Dalam perbincangan dengan Majalah Tempo edisi 22-27 Desember 2019, Ketua KPK Komjen (Pol) Firli Bahuri mengatakan ingin mengisi posisi juru bicara dengan orang yang baru. Ia hendak menggelar seleksi secara terbuka untuk menggantikan posisi Febri.

Ketika masa induksi dilakukan, Firli baru menyadari posisi juru bicara dan kepala biro humas adalah dua posisi yang berbeda. 

Pengumuman kebijakan itu sempat menjadi tanda tanya lantaran publik mengira itu merupakan langkah perdana Firli mengganti sosok orang-orang di internal komisi antirasuah yang pernah tak satu suara dengannya. Apalagi ketika informasi itu beredar, Febri tak muncul ke publik sehingga seolah-olah ada drama di balik keputusan tersebut. 

Tetapi, untuk mengklarifikasi, mantan peneliti di organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) itu muncul pada Kamis, 26 Desember 2019. Ia menjelaskan absen ketika itu lantaran tengah beristirahat karena sakit.

Banyak yang menyayangkan posisi Febri sebagai juru bicara diisi oleh orang lain. Masyarakat rupanya masih belum bisa move on melihat karisma dan sikapnya yang tenang dalam menghadapi pertanyaan serta serangan terhadap KPK di ruang publik. 

"Perubahan itu keniscayaan sebenarnya, tinggal konsentrasi kita pada apakah perubahan itu bisa berdampak baik untuk institusi. Nah, harapan saya semoga juru bicara yang baru nanti bisa lebih baik untuk KPK," ujar Febri ketika ditemui secara khusus oleh IDN Times di ruang perpustakaan KPK pada Senin 6 Januari 2020 lalu. 

Mengenakan kemeja putih yang dilapisi jaket cokelat dan celana abu-abu, Febri menjelaskan dengan bijak bahwa tidak ada manfaatnya bekerja dengan 'hard feeling' bersama pimpinan baru komisi antirasuah. Walau di masa lalu ia terlihat tak setuju dengan hasil seleksi capim dan perubahan UU baru KPK, namun saat ini Febri mengesampingkan hal tersebut. Ia memilih untuk tetap bertahan di komisi antirasuah dan berkontribusi dengan cara lain. 

"Kami kan tetap harus bekerja demi kepentingan KPK, bukan kepentingan-kepentingan tertentu lainnya," tutur dia.  

Lalu, apa gebrakannya sebagai kabiro humas di bawah kepemimpinan baru? Apakah ia berminat ikut seleksi juru bicara? Simak wawancara Febri bersama IDN Times berikut ini. 

1. Anda mengumumkan ke publik untuk mundur sebagai juru bicara KPK pada 26 Desember 2019. Sudah mulai terbiasa dengan rutinitas baru sebagai kepala biro humas?

[WANSUS] Febri Diansyah: Jubir Tak Boleh Sampaikan Informasi Bohong(Eks juru bicara dan kini Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah) IDN Times/Arief Rahmat

Jadi, jabatannya itu dipegang sudah sejak Desember 2016. Tanggal 9 Desember 2016 saya dilantik sebagai kepala biro humas. Juru bicara adalah bagian dari kepala biro humas. Jadi, bukan dua jabatan yang berbeda. Jabatannya adalah Kepala Biro Humas salah satu tugasnya adalah menjadi juru bicara.

Baca Juga: Lika-Liku Karier Febri Diansyah di KPK Hingga Mundur dari Posisi Jubir

2. Mengapa ketika itu Anda merasa perlu untuk mengumumkan ke publik bahwa Anda tak lagi menjadi jubir? Sedangkan, pimpinan menilai posisi itu masih kosong hingga kini?

Publik kan harus tahu persis terutama teman-teman jurnalis agar nanti bisa lebih clear untuk mendapatkan informasi dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan.

Kalau misalnya saya tidak menyampaikan ke publik, ke teman-teman media mungkin masih ada keraguan itu dan akhirnya mungkin masih ada yang mengutip sebagai juru bicara. Ada pula yang mengutip sebagai kepala biro humas.

Ketika itu saya sampaikan ke publik harapannya bisa clear bahwa saya menghargai keputusan pimpinan yang akan mengisi posisi juru bicara. Jadi, ya sudah tidak apa-apa dan salah satu pimpinan membahas segera untuk menunjuk pelaksana tugas sementara sampai juru bicara definitif itu ada. Akhirnya ditunjuk lah selang satu hari dua orang pelaksana tugas juru bicara.

3. Ketika Anda mengumumkan untuk mundur, banyak yang menyayangkan keputusan itu. Kalau dilihat di media sosial, tak sedikit yang merasa sedih. Tanggapan Anda?

Pertama, harus saya koreksi, yang saya sampaikan itu tugas saya selesai sebagai juru bicara. Jadi, bukan dalam konteks mengundurkan diri karena sebenarnya fungsi juru bicara sejak 2018 itu tugas yang diberikan ke saya, sementara jabatan definitifnya Kepala Biro Humas. Jadi, tugasnya yang saya sampaikan sudah selesai.

Banyak respons di media sosial, gak apa-apa. Kalau di Padang ada pepatah berbunyi; “Sekali Aya Gadang, Sekali Tepian Berubah". Perubahan itu keniscayaan sebenarnya, tinggal konsen kita pada apakah perubahan itu bisa berdampak baik untuk institusi. Nah, harapan saya semoga juru bicara yang baru nanti bisa lebih baik untuk KPK.

Lagi pula saya percaya institusi tidak boleh tergantung pada personal tertentu. Saya menjalankan tugas ini selama tiga tahun, saya kira itu waktu yang tidak lama kalau dilihat di publik, meskipun kalau dijalani lama sekali dan kalau ada pergantian itu hal biasa saja sepanjang konsennya untuk kepentingan lembaga.

4. Ada yang menilai keputusan pimpinan untuk mengisi posisi juru bicara, karena ia merasa tidak cocok bekerja bersama Anda. Bagaimana Anda melihat hal itu?

[WANSUS] Febri Diansyah: Jubir Tak Boleh Sampaikan Informasi BohongKabiro Humas KPK Febri Diansyah (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Saya gak tau apakah itu benar atau tidak, itu penilaian dari orang-orang. Ada juga di media sosial terbaca arahnya seperti itu. Tapi, saya kira mungkin tidak tepat kalau saya merespons itu karena bagaimanapun juga terlepas dari aspek relasi personal, kami semua yang ada di KPK harus bekerja sama. Mulai dari pimpinan, pejabat struktural dari berbagai unit, dan seluruh pegawai di KPK. Kami harus kerja sama untuk kepentingan KPK bukan untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

5. Jadi, komunikasi dengan pimpinan saat ini tetap baik?

Komunikasi berjalan sebagaimana mestinya. Kalau saya jelaskan ke pimpinan tentang apa yang akan dikerjakan oleh biro humas saya jelaskan dan sebaliknya kalau pimpinan merasa ada yang perlu saya terangkan maka pimpinan bisa saja memanggil. Itu standar berlaku untuk semuanya. Secara profesional kami harus menjalani itu.

Lagi pula, kan sudah ada beberapa pimpinan yang sudah saya kenal. Pak Alex kan sebelumnya sudah jadi pimpinan, Pak Firli dulu Deputi Penindakan. Kalau Pak Ghufron sama Pak Nawawi saya belum interaksi sebelumnya. Sedangkan, Bu Lili saya pernah interaksi sebelum masuk KPK.

6. Ketika Pak Firli terpilih sebagai Ketua KPK, kemudian revisi UU KPK nomor 30 tahun 2002 bergulir, ada yang menyebut bahwa Anda juga ingin mundur dari KPK. Pikiran itu memang sempat terbersit di benak Anda?

Semua orang bisa bertahan atau mundur atau mengambil pilihan yang lain, itu hal yang wajar saja. Kalau saya pribadi yang penting adalah seberapa bisa kita berkontribusi di satu tempat. Jadi, kalau pertanyaannya di KPK seberapa bisa kita berkontribusi secara signifikan untuk tugas pemberantasan korupsi.

Kalau masih ada ruang yang cukup bagus, cukup kuat untuk berkontribusi maka pekerjaan di KPK adalah pilihan. Namun, kita juga perlu pahami kerja pemberantasan korupsi kan kerja besar, kerja bersama. Saya masih di KPK karena saya memandang masih ada tugas yang harus dilaksanakan dan sejauh ini saya rasa masih harus berkontribusi di KPK.

7. Berarti, sudah no hard feeling ke pimpinan baru?

Yang perlu dipahami adalah dinamika di KPK pada saat itu ditekankan pada indikator dan proses. Jadi, proses terjadinya seleksi pimpinan KPK, proses revisi Undang-Undang KPK itu yang menjadi dinamika sebelumnya. Jadi, agar tidak dipertentangkan. Jadi, ketika sudah dipilih ada keputusan politik, ada keputusan hukum, maka kami harus bekerja bersama-sama.

Gak ada gunanya bekerja dengan hard feeling seperti itu, jalani aja karena yang paling penting adalah relasi profesional. Kita gak pernah tahu partner kerja kita, kita gak pernah tahu dan gak bisa memilih siapa yang menjadi atasan kita. Yang terpenting adalah tujuan utama kenapa kita bekerja di sebuah tempat termasuk KPK itu yang harus dipegang adalah prinsip-prinsip dasarnya.

Baca Juga: KPK Sebut Capim Firli Bahuri Terbukti Pernah Lakukan Pelanggaran Berat

8. Tapi, saat upacara sertijab pimpinan kemarin Mas Febri tidak terlihat hadir. Mengapa?

[WANSUS] Febri Diansyah: Jubir Tak Boleh Sampaikan Informasi BohongLima Pimpinan KPK baru (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Saya tidak hadir karena seminggu sebelumnya saya sudah bed rest karena sakit thypus. Saya baru hadir tanggal 26 Desember dan langsung menemui pimpinan saat itu.

9. Anda ikut mengucapkan selamat ke pimpinan baru?

Pasti harus ucapkan selamat karena mereka adalah orang yang diberikan bukan hanya jabatan tapi juga untuk kewenangan memimpin KPK empat tahun ke depan. Begitu pula ke dewan pengawas, saya juga ucapkan selamat.

10. Apa perbedaan tugas menjadi kabiro humas dengan juru bicara?

[WANSUS] Febri Diansyah: Jubir Tak Boleh Sampaikan Informasi Bohong(Febri Diansyah mengakhiri masa kerjanya menjadi jubir KPK) ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat

Perbedaannya cukup signifikan. Pertama, yang bicara ke publik secara rutin mewakili pimpinan atau lembaga itu adalah seorang juru bicara. Manajerialnya, perencanaannya, kebijakan-kebijakan itu diambil kepala biro humas. Jadi, pengelolaan fungsi komunikasinya, salah satunya bagaimana melakukan media relation, media handling, pengelolaan keterbukaan informasi, asupan-asupan informasi, kegiatan-kegiatan proses publikasi itu dilakukan di biro humas. Juru bicara salah satu tools untuk menyampaikan informasi itu kepada publik.

11. Setelah tak lagi jadi jubir, jam kerjanya tidak sepadat dulu dong?

Waktu bermain dengan anak jadi lebih banyak itu yang pasti kan. Itu kan konsekuensi logis, meskipun interaksi dengan teman-teman media tetap dilakukan karena fungsi biro humas kan salah satunya media relation atau media handling.

12. Selama menjadi juru bicara, isu apa yang paling sulit dijelaskan ke publik dengan bahasa yang sederhana?

Kalau kasus korupsi ada dua, BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) dan kasus Garuda. Cukup lama waktu yang dibutuhkan untuk mengusut kasus Garuda.

Kalau aspek kelembagaan yang paling harus dilakukan secara hati-hati itu terkait dengan dinamika internal yang terjadi di KPK dan itu terjadi cukup lama ya. Nah, sedangkan isu lain yang juga sangat penting adalah terkait penyerangan terhadap Novel Baswedan dan teror terhadap rumah pimpinan. Beberapa informasi yang kami dapatkan kadang tidak secara langsung itu disampaikan ke publik.

13. Di kepemimpinan Anda, wajah KPK seperti apa yang hendak disampaikan ke publik?

Wajah KPK sama saja dengan wajah KPK yang dulu. Tantangan terbesarnya adalah pasca-revisi Undang-Undang KPK itu. Publik pasti akan melihat apakah KPK masih bisa bekerja sebagaimana yang diharapkan atau tidak.

Nah kalau publik melihat KPK tidak bisa bekerja secara maksimal dengan indikator yang dimiliki oleh publik, itu yang akan jadi tantangan besar bagi KPK. Tapi kalau publik justru melihat sebaliknya, kalau KPK bekerja lebih baik itu tentu menjadi bagus.

Di 2020 yang paling banyak akan kami lakukan adalah memperkuat jaringan terutama dengan jurnalis, karena itu salah satu tugas di biro humas. Misal tahun kemarin kami memulai dengan lomba menulis dan melakukan pelatihan awal. Tahun ini kami lebih mensistematisasi itu. Misal, dengan menyelenggarakan akademi jurnalis lawan korupsi.

Harapannya pemahaman soal anti korupsi bukan soal teks hukum dan kasus-kasus saja. Pemahaman soal antikorupsi, KPK, dan kesadaran dan rasa kepemilikan terhadap antikorupsi itu bisa meluas di jurnalis-jurnalis tidak hanya di KPK tapi di seluruh daerah.

14. Selaku kabiro humas, ada strategi khusus gak sih untuk mengelola isu-isu di media sosial? Karena kalau melihat tahun lalu, banyak sekali narasi yang menyesatkan yang dibentuk oleh buzzer-buzzer untuk mendiskreditkan KPK?

Itu tantangannya. Melawan hoaks bukan sekadar membantah tapi mengelola informasi yang beredar agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar. Itu salah satu poin perhatian di biro humas karena itu di website kami gunakan sarana itu ada sub halaman di website itu yang mengklarifikasi informasi hoaks tersebut selain juga memaksimalkan di jejaring media sosial.

15. Kriteria apa yang harus dimiliki oleh juru bicara selanjutnya sebagai penerus Anda?

Yang bisa bicara, juru bicara kan harus bisa bicara, hehehe. Tapi, saya sering bilang begini, kalau mau jadi juru bicara yang baik juga harus bersabar dan mendengar karena banyak sekali persepsi tentang KPK yang beredar di luar sana.

Banyak juga persepsi yang tumbuh karena informasi yang keliru. Jadi, kita harus dengar pendapat dari orang-orang tersebut baru lah kita jelaskan mana informasi yang benar dan kesetiaan terhadap prinsip hanya menyampaikan yang benar itu paling penting.

Kadang-kadang, di dunia public relation atau di dunia juru bicara ini kita bisa saja tergoda untuk menyampaikan informasi bohong tapi itu tidak boleh dilakukan meskipun itu tidak semua informasi langsung bisa disampaikan seketika, tapi informasi yang disampaikan ke publik haruslah informasi yang benar.

Minimal tiga poin itu (yang harus dimiliki) selain kemampuan untuk melihat lebih luas karena kacamata pemberantasan korupsi itu bukan hanya kita menangani kasus saja tapi juga harus melihat kasus ini kepentingan publiknya apa, kaitannya dengan isu kelembagaan lain bagaimana, kita kan harus lihat banyak aspek sebelum bicara. 

16. Anda akan ikut seleksi juru bicara nanti?

Tugas saya menjadi juru bicara selama tiga tahun sudah selesai dan sekarang saya akan fokus di Kepala Biro Humas.

Baca Juga: Mundur Sebagai Jubir KPK, Febri Diansyah Fokus Menjadi Kabiro Humas

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya