MAKI Siap Laporkan Polemik KPK vs TNI ke Dewan Pengawas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) rencananya akan melaporkan polemik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan TNI ke Dewan Pengawas. Pimpinan KPK dinilai telah melanggar kode etik berat.
"Saya berencana minggu depan ini melapor ke Dewas atas dugaan pelanggaran kode etik berat," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Senin (31/7/2023).
Baca Juga: Panglima TNI Minta Kasus Dugaan Korupsi Kabasarnas Dijadikan Evaluasi
1. MAKI sebut pimpinan KPK melakukan pelanggaran berat
Boyamin menilai pimpinan KPK telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab, mereka menetapkan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto dan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat deteksi korban reruntuhan.
"Saya meminta nanti itu dinyatakan dugaan pelanggaran berat," ujarnya.
2. KPK awalnya tetapkan lima tersangka
KPK dalam kasus ini awalnya menetapkan lima tersangka. Selain Gunawan, Afri Budi, dan Marilya, KPK juga mentapkan Direktu PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil dan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka.
Editor’s picks
Namun, TNI keberatan dua prajuritnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sebab, prajurit mempunyai mekanisme sendiri.
Baca Juga: Polemik Kabasarnas Tersangka oleh KPK, Jokowi: Itu Masalah Koordinasi
3. KPK minta maaf pada TNI
Sementara, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak telah meminta maaf karena menjadikan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangkai, usai melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Permintaan maaf ini disampaikan usai KPK didatangi sejumlah perwira TNI pada Jumat, 28 Juli 2023.
“Di sini ada kekeliruan dari tim kami ada kekhilafan. Oleh karena itu, tadi kami sampaikan atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan,” ujar Johanis didampingi sejumlah perwira TNI.
Johanis menilai penyelidik KPK yang menangkap tangan perwira TNI khilaf. Sebab, seharusnya hal ini diserahkan pada TNI.
“Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur Pasal 10 UU 14/1970 tentang pokok-pokok peradilan itu ada empat. Peradilan umum, militer, tata usaha negara (TUN), dan agama,” ujar dia.
“Ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer,” imbuh Johanis.