Pakar Sebut Kebocoran Data Sering Terjadi di RI: 80 Kali dalam 4 Tahun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar forensik komputer dan security, Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) Universitas Indonesia (UI) Setiadi Yazid menyoroti kebocoran data yang kerap terjadi di Indonesia. Dalam empat tahun, sudah ada 80 kasus kebocoran.
“Tahun lalu saja sudah sembilan kali, semuanya terjadi dan dilewatkan begitu saja dengan pernyataan bahwa data yang bocor tidak sama dengan data yang tersimpan. Publik pun tidak banyak bisa berbuat, kemungkinan besar karena masih kurangnya kesadaran tentang dampak kebocoran data ini,” kata Setiadi dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Senin (7/8/2023) malam.
Baca Juga: Heboh Kebocoran Data, BKKBN Jamin Jutaan Data KK Aman
1. Butuh biaya besar untuk pengamanan data
Setiadi menilai butuh biaya dan usaha besar untuk memastikan keamanan data masyarakat. Sebab, keamanan data akan berdampak pada ekonomi nasional.
“Karena walaupun tidak segera meningkatkan keuntungan, namun secara jangka panjang dampaknya bisa sangat merugikan. Selain itu, di tingkat nasional, hal ini akan berdampak juga pada ekonomi negara. Jika negara lain melihat bahwa di Indonesia sering terjadi kebocoran data, maka tentu nmereka akan berpikir ulang sebelum berinvestasi di Indonesia,” ujar Setiadi.
Baca Juga: Data Dukcapil Diduga Bocor, Data Orang Meninggal Ikut Dijual
2. Ada sejumlah motif yang diduga memicu peretasan
Editor’s picks
Setiadi mengungkapkan terdapat berbagai motif seseorang melakukan peretasan, mulai dari politik hingga ekonomi. Umumnya peretasan dilakukan atas dorongan ekonomi karena data yang didapat bisa digunakan untuk mengambil harta pemilik data.
“Data yang didapat bisa digunakan untuk masuk ke dalam sistem bank. Di saat sistem sudah ditembus, semua pihak terutama nasabah jadi terancam karena otentikasinya sudah diketahui," kata Setiadi.
"Data untuk otentikasi inilah yang diperjualbelikan. Semakin penting informasinya, semakin besar harga data tersebut bisa dijual,” imbuh Setiadi.
3. Saran pakar soal kebocoran data bagi masyarakat dan pemerintah
Setiadi menyarankan masyarakat sebagai pemilik data untuk mulai menggunakan otorisasi berlapis atau mengakali pertanyaan verifikasi dengan jawaban yang lebih personal dan mengganti password secara berkala. Selain itu, masyarakat juga harus memiliki persiapan untuk menghadapi skenario terburuk ketika terjadi kebocoran pada data pribadi mereka.
"Misalnya, rekening bank mana saja yang harus segera ditutup, dan cara cara lain sesuai dengan prosedur perbankan yang ada," ujarnya.
"Sedangkan untuk pihak bank maupun pemerintah, mungkin perlu mengubah pertanyaan dalam prosedur verifikasi menjadi pertanyaan yang lebih personal dan bervariasi sehingga kemungkinan untuk ditembus lebih kecil," imbuhnya.