Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo - Gibran, Habiburokhman di Media Center TKN, Jakarta Selatan (4/1/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Sementara itu, Wakil Ketua TKN, Habiburokhman, menilai, belakangan beredar narasi seolah Jokowi melakukan perbuatan tercela karena terkesan mendukung Prabowo dalam Pemilu 2024.
Menurutnya, narasi tersebut sesat karena secara prinsip dan etik tidak ada yang salah, juga tidak ada ketentuan hukum yang dilanggar apabila Jokowi mendukung salah satu calon dalam Pilpres. Pasal 23 Ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur, setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik.
"Narasi sesat dibangun berdasarkan logika yang sesat bahwa jika Presiden tidak boleh berpihak karena bisa menggunakan kekuasan untuk menguntungkan pihak yang didukung. Logika tersebut runtuh sejak awal karena Pasal 7 konstitusi kitab bahkan mengatur seorang Presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai Presiden incumbent," tutur dia.
Politikus Gerindra itu meyakini, poin dalam aturan konstitusi yang berlaku, Presiden boleh mendukung salah satu calon atau bahkan boleh maju kedua kalinya saat berstatus Presiden. Namun yang penting jangan menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya.
"Praktik yang sama juga dilakukan di Amerika Serikat, seorang Presiden incumbent boleh mendukung dan bahkan berkampanye untuk salah satu calon Presiden periode berikutnya. Tahun 2008, Presiden George W Bush mendukung John McCain melawan Barrack Obama, tahun 2016 giliran Obama mendukung Hillary Clinton yang bertarung melawan Donald Trump," ucap dia.
Dia menegaskan, Indonesia sudah punya aturan yang ketat untuk mencegah Presiden menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya atau calon yang dia dukung.
Ketentuan tersebut adalah Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017 yang secara umum mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Kemudian, dalam Pasal 547 UU Pemilu mengatur setiap pejabat negara yang membuat kebijakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun.
"Untuk menegakkan aturan tersebut kita punya penyelenggara pemilu di bidang pengawasan yakni Bawaslu untuk mengawasi kinerja Bawaslu kita punya Dewan Kehoratan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Intinya kita tidak perlu khawatir apabila presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon karena ada aturan berlapis yang jelas dan ada lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," imbuhnya.
Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.