Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
KAMISAN_MEDAN_7.jpg
Seorang massa Aksi Kamisan Medan memajang foto pegiat HAM Munir Said Thalib dalam unjuk rasa, Kamis (4/9/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Intinya sih...

  • Impunitas dipelihara dalam kasus Munir

  • Intervensi elite dan kejahatan luar biasa

  • Kendala penyelidikan proyustisia oleh Komnas HAM

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mengungkapkan keprihatinannya karena negara terus memelihara budaya impunitas dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Memasuki 21 tahun sejak kematian Munir, aktor intelektual di balik kasus ini masih bebas.

“Sejak kematian Munir pada 7 September 2004, pola kekerasan negara terus berulang, budaya impunitas dipelihara, dan hukum hanya menjadi alat kepentingan penguasa,” tulis KASUM dalam siaran pers, Minggu (7/9/2025).

1. Ada intervensi elite dalam kasus Munir

Pengendara melintas di dekat mural tentang aktivis HAM Munir Said Thalib di Jakarta, Senin, 7 September 2020. Mural dibuat untuk mengenang mendiang pejuang kemanusiaan Munir Said Thalib yang meninggal dunia setelah diracun dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.)

KASUM menilai, kemacetan hukum disebabkan bukan hanya lemahnya kemauan politik, tetapi juga adanya intervensi elite. Mereka menyinggung laporan Tempo 4 November 2024, di mana DPR RI disebut meminta Komnas HAM menunda penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat agar tidak memicu kegaduhan di awal pemerintahan Prabowo–Gibran.

“Setelah 100 hari pertama pemerintahan berlalu, Komnas HAM pun tak memberi kemajuan. Ini adalah upaya sistematis untuk menutupi kasus Munir,” tulis KASUM.

2. Pembunuhan Munir adalah kejahatan luar biasa

Peringatan 21 Tahun Kematian Munir di Gedung YLBHI, Minggu (7/9/2025) (IDN TImes/Dini Suciatiningrum)

KASUM juga menegaskan bahwa pembunuhan Munir adalah kejahatan luar biasa.

“Petinggi intelijen tak hanya menyalahgunakan badan intelijen, tapi juga maskapai penerbangan milik negara. Ini jelas pelanggaran HAM berat,” ujar KASUM.

KASUM mengaku telah menyurati Ketua Komnas HAM pada 25 Agustus 2025 untuk meminta perkembangan penyelidikan, namun belum ada jawaban konkret. KASUM mengatakan, berlarutnya penyelidikan adalah penundaan yang tak wajar atau disebut undue delay.

Mereka mendesak Komnas HAM dan Jaksa Agung segera membuka kembali kasus ini, bekerja secara objektif, dan mengumumkan hasil penyelidikan.

“Tanpa keberanian menembus tembok kekuasaan dan kepentingan politik, negara akan terus mengalami krisis legitimasi,” ujar KASUM.

3. Komnas HAM akui sulit hadirkan saksi kasus Munir

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah di kantor Komnas HAM. (Dokumentasi Komnas HAM)

Sementara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan penyelidikan proyustisia dugaan pelanggaran HAM berat pada Munir Said Thalib masih menghadapi kendala. Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyampaikan hambatanbya adalah kesulitan menghadirkan saksi-saksi penting yang diperlukan untuk melengkapi proses penyelidikan.

“Saat ini, Tim Penyelidik masih dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam proses menghadirkan para saksi untuk dimintai keterangannya,” kata Anis dalam keterangan resmi, Minggu (7/9/2025).

4. Komnas HAM sebut sudah ada 18 orang saksi diperiksa

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah saat ditemui di kantornya, Kamis (5/6/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Sejak dibentuk melalui Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 11 Tahun 2023 tertanggal 2 Januari 2025 dan diperpanjang dengan Surat Keputusan Nomor 17 Tahun 2025 tanggal 5 Maret 2025, tim ad hoc telah melakukan berbagai langkah penyelidikan.

Selain pemeriksaan saksi, tim penyelidik juga mengumpulkan bukti dokumen dari sejumlah lembaga serta meninjau ulang Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Komnas HAM menyiapkan tahap lanjutan penyelidikan, meliputi pemeriksaan tambahan saksi berdasarkan klaster, koordinasi dengan instansi berwenang, kerja sama bersama penyidik Kejaksaan Agung, serta merampungkan laporan hasil penyelidikan sebagai bagian akhir proses proyustisia.

Editorial Team