Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman dihadirkan dalam jumpa pers kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Gedung Humas, Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman dihadirkan dalam jumpa pers kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Gedung Humas, Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Kemen PPPA mengawal kasus kekerasan seksual yang dilakukan Kapolres nonaktif Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
  • Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, melibatkan koordinasi lintas negara dan penanganan cepat serta pendampingan psikologis bagi korban.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, mengatakan, pihaknya akan mengawal kekerasan seksual yang dilakukan Kapolres nonaktif Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

Nahar mengingatkan, perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, baik keluarga, masyarakat, maupun seluruh elemen pemerintah dan lembaga terkait. Dia menegaskan, kerja sama dalam perlindungan anak tidak hanya terbatas di dalam negeri, tetapi juga melibatkan koordinasi lintas negara.

“Kemen PPPA menekankan bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, baik dari keluarga, masyarakat, hingga jaringan nasional dan internasional. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan bagi korban benar-benar terwujud, sekaligus memastikan sistem perlindungan anak semakin kuat untuk mencegah kasus serupa di masa depan,” kata Nahar, dikutip Jumat (14/3/2025).

1. Empat aspek utama yang harus diperhatikan agar proses perlindungan anak efektif

Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman dihadirkan dalam jumpa pers kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Gedung Humas, Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Nahar menjelaskan, dalam memberikan perlindungan khusus bagi anak, terdapat empat aspek utama yang harus diperhatikan agar proses ini dapat berjalan efektif dan menyeluruh.

Aspek pertama adalah penanganan cepat untuk menghindari dampak yang lebih besar bagi anak. Kecepatan dalam merespons kasus juga sangat penting agar anak tidak mengalami trauma berkepanjangan.

"Kedua, setelah korban teridentifikasi, pendampingan psikologis harus segera diberikan guna membantu anak dalam mengatasi tekanan emosional akibat kejadian yang dialaminya,” kata dia.

2. Anak yang alami kejadian traumatis butuh bantuan dalam berbagai bentuk

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar (Dok. Humas KemenPPPA)

Selanjutnya, kata Nahar, dukungan terhadap kebutuhan anak selama masa pemulihan juga diperlukan. Anak yang mengalami kejadian traumatis membutuhkan bantuan dalam berbagai bentuk, baik berupa kebutuhan dasar maupun dukungan lainnya agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan dengan lebih baik.

Terakhir, pendampingan dan perlindungan selama proses hukum berlangsung sehingga hak-hak anak tetap terjamin hingga kasus tersebut selesai ditangani.

3. Deretan jerat hukum yang mengintai Fajar

Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman dihadirkan dalam jumpa pers kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Gedung Humas, Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Adapun pelaku, Fajar terbukti melanggar kode etik berat setelah Polri melakukan proses kode etik bersamaan dengan memproses tindak pidana yang dilakukannya.

Dia dapat dijerat Pasal 13 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, Pasal 8 huruf c angka 1, Pasal 8 huruf c angka 2, Pasal 8 huruf c angka 3, Pasal 13 huruf d, Pasal 13 huruf e, Pasal 13 huruf f, dan Pasal 13 huruf g angka 5 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

Pasal berlapis dengan kategori berat itu dijunto ke Pasal 13 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.

Selain itu, dalam tindak kekerasan seksual yang dilakukannya, dia juga dijerat pasal berlapis, di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 Ayat 1 huruf a dan b, serta Pasal 15 Ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Dia juga terjerat Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE. Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hinggal Rp1 miliar dan bisa mendapat pemberatan hukuman sepertiga atas tindak pidana yang dilakukan terhadap anak dengan Pasal 15 UU 12 Tahun 2022 TPKS jo Pasal 81 Ayat 2 dan Pasal 82 2 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Editorial Team