Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • DPR akan cari formula yang tepat memisahkan pemilu nasional dan daerah

  • MK minta pemilu nasional-daerah dijeda paling lama 2 tahun 6 bulan

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, memastikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah atau lokal akan jadi acuan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Uji materiil terhadap UU Pemilu itu dilayangkan oleh lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

"Hal tersebut tentu akan menjadi bagian penting untuk kami menyusun revisi Undang-Undang Pemilu yang akan datang. Kami memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi salah satu concern bagi Komisi II DPR RI dalam menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi, terutama sekali lagi dalam politik hukum nasional yang menjadi kewenangan konstitusional kami," kata Rifqinizamy kepada IDN Times, Kamis (26/5/2025).

1. DPR akan cari formula yang tepat memisahkan pemilu nasional dan daerah

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda. (IDN Times/Amir Faisol)

Rifqinizamy mengatakan, Komisi II DPR RI juga akan menentukan formulasi yang paling ideal untuk mengakomodir dipisahnya pemilu nasional dan daerah. Salah satu yang jadi sorotan adalah transisi jabatan yang berpotensi menimbulkan kekosongan jabatan kepala daerah maupun anggota legislatif daerah.

"Misalnya pertanyaan teknisnya adalah bagaimana kita bisa melaksanakan pemilu lokal setelah terlaksananya pemilu nasional tahun 2029. Secara asumtif, pemilunya baru bisa dilaksanakan pada tahun 2031 jeda waktu 2029 sampai 2031 untuk DPRD provinsi kabupaten kota, termasuk untuk jabatan gubernur bupati wali kota itu kan harus ada norma transisi. Kalau bagi pejabat gubernur bupati wali kota kita bisa tunjuk penjabat seperti yang kemarin, tetapi untuk anggota DPRD satu-satunya cara adalah dengan cara kita memperpanjang masa jabatan," kata dia.

"Hal-hal inilah yang nanti akan jadi dinamika dalam perumusan rancangan undang-undang pemilu yang tentu kami masih menunggu arahan dan keputusan pimpinan DPR untuk diberikan kepada Komisi II DPR RI," kata dia.

2. Hargai Putusan MK

Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda. (IDN Times/Amir Faisol)

Rifqinizamy mengatakan, dirinya sebagai pimpinan Komisi II DPR menghargai Putusan MK yang memisah antara pemilu nasional dan daerah.

"Sebagai Ketua Komisi II DPR RI, tentu kami menghargai putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan adanya pendapat hukum dari Mahkamah Konstitusi untuk menghadirkan pemilu nasional dan pemilu lokal," ujar dia.

3. MK minta pemilu nasional-daerah dijeda paling lama 2 tahun 6 bulan

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

MK mengabulkan sebagian permohonan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Dalam amar putusan yang dibacakan, MK menginstruksikan agar pemilu tingkat nasional dan daerah/lokal dipisah dengan jeda paling cepat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan. Adapun pemilu nasional itu meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI. Sementara, pemilu daerah meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota.

Dengan demikian, pemilu daerah baru diselenggarakan dua tahun atau dua tahun enam bulan setelah presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI dilantik.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Kamis (26/6/2025).

"Menyatakan Pasal 167 Ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, 'Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden, dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional," ucap Suhartoyo.

Editorial Team