Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Pengenaan cukai yang tinggi pada rokok akan menekan konsumsi produk yang setiap tahun merenggut 300 ribu nyawa di Indonesia ini.

  • CHT yang seharusnya menjadi instrumen fiskal paling efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok, justru tidak mengalami kenaikan pada 2025.

  • Tidak naiknya tarif cukai tidak hanya mengurangi potensi penerimaan negara, tetapi juga berdampak serius bagi produktivitas dan kesehatan masyarakat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Koalisi Pengendalian Tembakau menyoroti langkah pemerintah yang belakangan ini lebih gencar menaikkan pajak kebutuhan dasar masyarakat, seperti PPN dan PBB, untuk menambah pemasukan negara. Padahal, terdapat opsi lain yang lebih adil dan efektif bagi masyarakat, yakni melalui peningkatan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).

CEO & Founder Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih, mengatakan kenaikan harga melalui cukai seharusnya dilakukan agar rokok sebagai produk berbahaya, tidak lagi mudah dijangkau.

"Koalisi Pengendalian Tembakau meminta Menteri Keuangan Purbaya menaikkan tarif CHT dan Harga Jual Eceran (HJE) secara signifikan, dengan mempertimbangkan keterjangkauan, penerapan tahun jamak, serta penyederhanaan golongan tarif bertahap, sebagaimana telah dimandatkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029," ujar Diah dalam keterangan, Selasa (23/9/2025).

1. Cukai tinggi tekan konsumsi rokok

Pemeriksaan pita cukai rokok. (dok. Kemenkeu)

Diah mengatakan pengenaan cukai yang tinggi pada rokok akan menekan konsumsi produk yang setiap tahun merenggut 300 ribu nyawa di Indonesia ini.

CHT yang seharusnya menjadi instrumen fiskal paling efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok, justru tidak mengalami kenaikan pada 2025. Keputusan ini akan berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat dan ekonomi negara.

"Berbagai bukti global, riset, dan proyeksi menunjukkan kenaikan CHT berdampak positif terhadap kesehatan maupun perekonomian," ucapnya.

2. Berdampak kurangi potensi penerimaan negara dan kesehatan masyarakat

Peredaran rokok ilegal dalam jumlah besar di wilayah Banyuasin, Sumatra Selatan, pada Jumat (09/05). (Dok Bea Cukai)

Diah menegaskan tidak naiknya tarif cukai tidak hanya mengurangi potensi penerimaan negara, tetapi juga berdampak serius bagi produktivitas dan kesehatan masyarakat.

Diah menyebut sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pemerintah perlu mengenakan cukai pada rokok, karena sifatnya yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat, sehingga konsumsinya perlu dikendalikan.

"Pada 2019, ketika tarif cukai tidak naik, CISDI menghitung biaya ekonomi akibat merokok mencapai Rp410 triliun atau 2,59 persen PDB Indonesia, akibat meningkatnya biaya kesehatan dan hilangnya produktivitas masyarakat. Bahkan penerimaan cukai rokok saat itu tidak mampu menutupi biaya kesehatan tersebut,” jelas Diah.

3. Rokok murah banjiri pasar

Satpol PP Balikpapan kembali melakukan penertiban terhadap reklame iklan rokok, Kamis (15/5/2025). (IDN TImes/Erik Alfian)

Sementara, Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Aryana Satrya, mengatakan selama rokok tetap terjangkau dan terdapat variasi harga murah, produktivitas bangsa dan daya saing ekonomi terancam menurun.

Menurut Aryana kenaikan tarif dan penyederhanaan struktur cukai untuk memahalkan harga jual rokok, merupakan langkah mendesak untuk melindungi kesehatan masyarakat.

"Rokok murah yang saat ini membanjiri pasar disebabkan kenaikan tarif cukai yang kurang signifikan. Padahal, peningkatan cukai yang lebih substansial dapat membawa dampak positif di berbagai aspek," katanya.

3. Lemahnya penegakan hukum yang lebih berperan mendorong peredaran rokok ilegal

Operasi Gurita 2025, Bea Cukai Tegal gagalkan distribusi 1.342.000 batang rokok ilegal yang diangkut menggunakan truk ekspedisi pada Kamis, 01 Mei 2025. (Dok Bea Cukai)

Studi CISDI (2024) menunjukkan kenaikan tarif cukai 45 persen berpotensi menurunkan konsumsi rokok kretek (campuran tembakau dan cengkeh) hingga 27,7 persen dan rokok putih (tembakau murni) sebesar 19,5 persen, sekaligus menambah penerimaan negara hingga Rp7,92 triliun dan menciptakan lebih dari 148 ribu lapangan kerja.

Selain dampak terhadap ekonomi, isu rokok ilegal yang kerap dijadikan alasan untuk menahan kenaikan cukai pun tidak didukung bukti ilmiah.

“Kenaikan cukai bukan penyebab utama maraknya rokok ilegal? Survei CISDI di enam kota menunjukkan faktor rantai pasok lokal dan lemahnya penegakan hukum yang lebih berperan mendorong peredaran rokok ilegal," ucapnya.

Editorial Team