Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250918-WA0192.jpg
Tersangka Korupsi BPR Jepara Artha (IDN Times/Aryodamar)

Intinya sih...

  • KPK menahan Dirut BPR Jepara Artha dan empat tersangka lainnya terkait dugaan korupsi pencairan kredit usaha di PT BPR Jepara pada 2022-2024.

  • Para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 18 September 2025 sampai dengan 7 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK.

  • Bermula pada 2021, kasus bermula saat BPR Jepara mulai ekspansi ke pemberian kredit jenis kredt usaha dengan sistem sindikasi hingga terjadi penambahan outstanding kredit usaha yang gagal bayar atau macet.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha, Jhendik Handoko.

Selain itu, KPK juga menetapkan dan menahan empat tersangka lainnya. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pencairan kredit usaha di PT BPR Jepara pada 2022-2024.

Mereka adalah Iwan Nursusetyo (Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha), Ahmad Nasir (Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha),  Ariyanto Sulistiyono (Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha), dan Mohammad Ibrahim Al'Asyari (Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang).

"Para Tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak 18 September 2025 sampai dengan 7 Oktober 2025," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).

"Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK," lanjutnya.

Asep menjelaskan, kasus bermula pada 2021. Saat itu BPR Jepara yang awalnya mengandalkan kredit konsumtif pegawai di Pemkab Jepara, mulai ekspansi ke pemberian kredit jenis kredt usaha dengan sistem sindikasi (Pemberian kredit oleh beberapa Bank kepada satu deitur).

Selama dua tahun berjalan, terdapat penambahan outstanding kredit usaha kepada dua grup debitur sekitar Rp130 miliar yang dicairkan melalui 26 debitur terafiliasi.

"Performa kredit tersebut memburuk sampai akhirnya gagal bayar atau macet, sehingga menurunkan kinerja BPR Jepara karena pencadangan kerugian penurunan nilai sebesar 100 persen yang mengakibatkan rugi pada laporan laba/rugi," kata Asep.

Asep menjelaskan, Jhendik dan Ibrahim pada awal 2022 bersepakatan mencairkan kredit sebagai jalan keluar masalah itu.

"Sebagian digunakan oleh manajemen BPR Jepara untuk perbaikan perdorma kredit macet dengan membayar angsuran dan pelunasan dan sebagiannya digunakan MIA," beber Asep.

"Sebagai pengganti jumlah nomnimal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, saudara JH menjanjikan penggantian berupa penyerahan ag unan kredt yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada MIA," lanjutnya.

Sebagai tindak lanjut kesepakan tersebut, kata Asep, BPR Jepara Artha telah mencairkan 40 kredt fiktif senilai Rp263,6 miliar pada April 2022-Juli 2023 kepada pihak yang identitasnya digunakan Ibrahim. Kredit dicairkan dengan tanpa dasar analisa yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya.

"Debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekitar Rp7 miliar per debitur," ujarnya.

"MIA dibantu beberapa rekannya yaitu AM, JL, dan JT untuk mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp100 juta per debitur dan juga untuk menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan BPR Jepara Artha berupa perizinan, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang dimark up agar mencukupi dan seolah layak dalam analisa berkas kredit BPR Jepara Artha," lanjut dia.

Jhendik kemudian meminta Iwan, Ahmad Nasir, dan Ariyanto berkoordinasi langsung dengan MIA untuk pemenuhan data dan selanjutnya diminta memproses kredit dengan menyiapkan dan melakukan sejumlah hal. Salah satunya adalah membuat dokumen analisa kredit deitur tidak sesuai dengan sebenarnya hingga mark up hingga 10 kali lipat.

"Pada saat penandatangan perjanjian kredit 40 debitur yang sebagian besar dilakukan di Semarang dan Klaten yaitu lokasi domisili debitur fiktif, JH meminta AN untuk langsung memproses pencairan kredit ke bagian Pencairan Kredit dan Teller BPR Jepara tanpa ada proses review proses review kelengkapan kredit terutama dalam hal pengikatan agunan/hak tanggunan," ujarnya

Editorial Team