Bahaya Perubahan Iklim bagi Perempuan di Daerah Rawan Bencana

Mulai dari masalah pangan hingga kekerasan

Jakarta, IDN Times - Deputi V Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Leny Rosalin, mengatakan, perubahan iklim menimbulkan tantangan khusus yang harus dihadapi perempuan, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana dan lingkungan rentan.

"Beberapa dampak perubahan iklim yang mempengaruhi perempuan di Indonesia antara lain ketidakamanan pangan, karena perubahan pola curah hujan, banjir dan kekereringan. Perempuan petani dan nelayan seringkali mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya," katanya dalam agenda 'Dialog Nasional: Gender dan Perubahan Iklim, Menuju The 28th Conference of Parties (COP 28)', di Jakarta, Senin (31/7/2023).

Baca Juga: Negara Berisiko Merugi Rp112 Triliun akibat Perubahan Iklim

1. Kondisi kesehatan dan akses air bersih

Bahaya Perubahan Iklim bagi Perempuan di Daerah Rawan BencanaDeputi Menteri Tumbuh Kembang Anak kini Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Leny N Rosalin (IDN Times/Lia Hutasoit)

Leny mengatakan, kesehatan dan sanitasi juga berpengaruh kepada perempuan jika iklim berubah. Hal ini membuat perempuan berisiko lebih tinggi terpapar polusi udara dan hal lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan.

Apalagi di daerah, saat air bersih sulit diakses, kata dia, perempuan kerap harus menempuh jarak jauh dan bisa mengancam nyawanya.

"Tentunya upaya-upaya pencegahan hal ini perlu kita lakukan bersama. Termasuk soal migrasi dan konflik yang mempengaruhi kerentanan perempuan," kata dia.

Baca Juga: Komnas Perempuan: PKPU No 10 2023 Persempit Ruang Politik Perempuan

2. Migrasi dan konflik seperti di pengungsian

Bahaya Perubahan Iklim bagi Perempuan di Daerah Rawan BencanaWarga berada di dalam tenda pengungsian darurat pascagempa berkekuatan magnitudo (M) 7,5 di Desa Majapahit, Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Jumat (17/12/2021). Pihak Basarnas Sulawesi Selatan masih menyiagakan personelnya untuk membantu warga di tenda pengungsian di Kecamatan Pasimarannu yang merupakan daerah paling terdampak gempa bumi. ANTARA FOTO/HO/BASARNAS

Dalam hal migrasi dan konflik, kata Leny, dua hal ini bisa juga dirasakan perempuan karena perubahan iklim. Misalnya, saat harus mengungsi dengan sumber daya yang terbatas.

"Peran sosial dan ekonomi mempengaruhi peran tradisional perempuan dalam masyarakat. Mereka harus menghadapi perubahan dalam tugas dan tanggung jawab yang juga jadi salah satu masalah perempuan," katanya.

Sementara konflik, ujar dia, bisa terjadi saat bencana terjadi yang disebabkan perubahan iklim. Dalam hal ini, perempuan berisiko mengalami kekerasan, apalagi saat berada di pengungsian.

Baca Juga: Penembakan Massal di Chicago, Satu Perempuan Tewas dan Delapan Luka

3. Penduduk Indonesia rata-rata perempuan dan anak

Bahaya Perubahan Iklim bagi Perempuan di Daerah Rawan BencanaIDN Times/Muhamad Iqbal

Leny mengatakan, perubahan iklim berpengaruh besar bagi perempuan dan anak karena di Indonesia perempuan menempati separuh dari total penduduk Indonesia, sedangkan anak menempati angka sepertiganya.

Saat ini jumlah penduduk perempuan Indonesia sebanyak 133,54 juta orang atau 49,42 persen dari total penduduk Indonesia dan anak 79.486.424 jiwa atau 29,15 persen dari jumlah penduduk total. Pada 2021, jumlah penduduk total Indonesia mencapai 273,8 juta jiwa.

"Apabila terjadi masalah yang terkait dengan perubahan iklim di wilayahnya masing-masing, maka yang paling banyak terdampak, dari berbagai hasil penelitian di tingkat dunia maupun implementasi real-nya, perempuan dan anak yang paling banyak berdampak," ujarnya.

Baca Juga: Kemen PPPA Bahas Direktorat Perempuan Anak-Perdagangan Orang di Polri

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya