Fenomena Pernikahan Anak di Ponorogo, Hamil Duluan atau karena Cinta?

Orang tua terikat pasal mencegah perkawinan anak

Jakarta, IDN Times - Publik dikejutkan dengan munculnya pemberitaan yang menyebut bahwa ratusan pelajar di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur mengajukan dispensasi kawin. Yang lebih mengejutkan, narasi yang menyeruak ke tengah masyarakat adalah pemuda dan pemudi ini mengajukan dispensasi karena hamil di luar nikah.

Lantas seperti apa faktanya?

Faktanya, Ponorogo masih mencatatkan perkawinan anak yang tinggi. Pada 2022, kasus dispensasi kawin anak menurun menjadi 184 kasus, setelah sebelumnya pada 2020 mencapai 241 kasus, dan 2021 naik menjadi 266 kasus.

Fenomena pengajuan dispensasi kawin anak sebenarnya tidak menunjukkan angka dan fakta yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Berbagai faktor mendorong para remaja ini untuk lanjut ke jenjang pernikahan dan memilih berumah tangga.

Perkawinan anak adalah pernikahan pasangan atau salah satunya pasangan yang berusia di bawah 18 tahun. Perkawinan anak disebut sebagai pelanggaran mendasar terhadap hak asasi manusia (HAM), salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak.

Sementara pengertian dispensasi kawin adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan pada calon suami atau istri yang belum berusia 19 tahun, untuk melangsungkan perkawinan. Beleid dispensasi kawin anak termaktub dalam  Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

1. Di Ponorogo permohonan perkawinan anak butuh konseling dan pemeriksaan kesehatan

Fenomena Pernikahan Anak di Ponorogo, Hamil Duluan atau karena Cinta?ilustrasi ruang sidang pengadilan (IDN Times/Aryodamar)

Payung hukum yang mengatur dispensasi kawin anak tepatnya ada di dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Ada perubahan usia minimal perkawinan dari  pasal 7 sebelumnya bagi perempuan 16 tahun menjadi 19 tahun. Jadi usia minimum perkawinan laki-laki dan perempuan kini adalah usia 19 tahun. Hal ini merupakan keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK), melansir dari situs resminya. Dengan demikian, dipastikan angka pengajuan dispensasi perkawinan anak meningkat.  

Pengadilan Agama Ponorogo mengutarakan, penyaringan perkara pengajuan dispensasi diupayakan dengan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Ponorogo dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo.

Pasangan muda yang mengajukan dispensasi diupayakan ikut layanan konseling dan layanan pemeriksaan kesehatan untuk melengkapi syarat pendaftaran perkara. Rekomendasi dari hasil konseling maupun pemeriksaan kesehatan bakal jadi bahan pertimbangan oleh hakim dalam memeriksa perkara permohonan dispensasi kawin.

Baca Juga: 1.138 Anak Kediri Minta Dispensasi Kawin, KPAI: Ada Faktor Pornografi

2. Ada penurunan angka permohonan dispensasi kawin anak

Fenomena Pernikahan Anak di Ponorogo, Hamil Duluan atau karena Cinta?Pernikahan di tengah pandemik virus corona di Indonesia (IDN Times/Candra Irawan)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyampaikan, usai disahkannya UU Nomor 6 tahun 2019 permohonan dispensasi kawin meningkat.

Menurut Data Badan Peradilan Agama (Badilag), permohonan dispensasi kawin pada 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat sekitar 52 ribu pengajuan.

Data dari Pusat Data Perkara Peradilan Agama terdapat empat provinsi dengan angka dispensasi kawin yang tinggi di antaranya Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Adapun provinsi dengan angka Perkawinan Anak tertinggi pada tahun 2021 yaitu Sulawesi Barat dan terendah berada pada provinsi Kep. Riau. 

“Meskipun tren permohonan dispensasi kawin menurun, tapi jumlahnya tetap sangat besar. Kami masih memiliki pekerjaan rumah besar karena masih terdapat empat provinsi yang memiliki jumlah permohonan dispensasi kawin yang tinggi,” kata Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Rini Handayani, Jumat (20/1/2023).

Alasan permohonan dispensasi kawin 2022 pada peradilan agama di seluruh Indonesia mulai dari cinta sebanyak 14.987, kemudian dijodohkan 113, hamil 13.457 dan ada juga karena ekonomi.

3. Orang tua terikat pasal mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak

Fenomena Pernikahan Anak di Ponorogo, Hamil Duluan atau karena Cinta?ilustrasi perkawinan anak (IDN Times/Aditya Pratama)

KemenPPPA menjelaskan persentase perkawinan anak usia kurang dari 18 tahun pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau SDG’s ditargetkan turun menjadi 6,94 persen pada 2030.

Proporsi perempuan usia 20-24 tahun yang berstatus kawin atau hidup bersama sebelum usia 18 tahun, yang menggambarkan perkawinan anak pada 2019 adalah sebesar 10,82 persen, dan pada 2020 turun mengalami penurunan menjadi 10,35 persen. 

Kemudian, pernikahan anak harus jadi tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya adalah  orang tua yang wajib mencegah terjadinya perkawinan anak. Hal ini diatur dalam pasal 26 UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 26
(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.

(2) Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Lebih banyak alasan karena cinta dibanding hamil

Fenomena Pernikahan Anak di Ponorogo, Hamil Duluan atau karena Cinta?Infografis data pengajuan dispensasi kawin di seluruh Indonesia. (IDN Times/Aditya Pratama)

Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag Mahkamah Agung (MA), Nur Djannah Syaf, mengungkapkan, angka permohonan dispensasi kawin anak di lingkungan peradilan agama tahun 2022 paling tinggi ditemukan di Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya, Jawa Timur, yakni sebanyak 15.399.

"Ini yang yang paling tinggi di seluruh Indonesia adalah PTA Surabaya. Pengadilan Tinggi Agama Jawa Timur yaitu Surabaya itu ada 30 lebih satker (satuan kerja) dan di wilayah Surabaya yang paling tinggi adalah di Kabupaten Malang," ujarnya dalam 'Seminar Nasional Hasil Kajian Pencegahan Perkawinan Anak untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045', di kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Kamis (26/1/2023).

Jika dijabarkan lagi dari data PTA Surabaya, permohonan dispensasi kawin tertinggi ada di Kabupaten Malang, yakni 1.434 permohonan.

Nur Djannah menjelaskan, dispensasi kawin anak di Kabupaten Malang tertinggi bukan karena faktor kehamilan, namun karena putus sekolah. Dia pun meminta agar Kemen PPPA bisa fokus pada Kabupaten Malang untuk mencari akar permasalahan tingginya angka permohonan dispensasi kawin ini.

"Kita akan ke sana melihat Kabupaten Malang, kok kenapa banyak sekali? Bukan Kota Malang, tapi kabupatennya, berarti daerahnya terpencil," ujarnya.

Baca Juga: KPAI: Tak Semua Dispensasi Perkawinan Anak di Ponorogo karena Hamil

5. Ada hukum adat hingga agama di tengah masyarakat

Fenomena Pernikahan Anak di Ponorogo, Hamil Duluan atau karena Cinta?“Seminar Nasional Hasil Kajian Pencegahan Perkawinan Anak untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045" di kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kamis (26/1/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Sementara, Peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Ganesh Cintika Putri menjelaksan bahwa ada perbedaan isu dan perbedaan konteks antar daerah dalam isu perkawinan anak yang terbilang kompleks ini. Perlu ada intervensi terpadu dengan melibatkan multistakeholder.

"Ada makro, meso dan mikro, dan masing-masing level itu harus melihat struktur yang ada di masyarakat, kultur yang ada di masyarakat, dan proses sosial yang ada di masyarakat,” ujarnya.

Ada sejumlah faktor penyebab kenapa aturan yang ketat soal perkawinan anak tidak efektif diterapkan sesuai dengan peruntukkannya. Seperti hukum adat dan agama, yang mempengaruhi cara pandang soal perkawinan soal batasan usia dewasa untuk menikah.

“Hukum di Indonesia ini plural. Kita tidak hanya mengenal hukum nasional, enggak hanya hukum pidana dan perdata, tapi di dalam masyarakat kita itu juga hidup hukum adat, hukum agama,” katanya.

Cara pandang yang berbeda ini yang kemudian menimbulkan ada resistensi, tidak saja berwujud penolakan namun bisa juga ada rasa tegang di tengah. Isu perkawinan anak ini punya relasi pada pembangunan, ekonomi, pendidikan hungga kesehatan.

Topik:

  • Rochmanudin
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya