Komnas: Banyak Pasangan Cerai karena Beda Pilihan pada Pemilu 2019
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti pentingnya keamanan perempuan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, mengungkapkan dampak yang cukup mengkhawatirkan dari Pemilihan serentak 2019 yang mencolok adalah tingginya angka perceraian akibat perbedaan pandangan politik dalam pasangan perkawinan.
"Pilpres 2019 waktu itu bahkan memicu banyaknya pasangan perkawinan yang bercerai, akibat perbedaan pandangan politik. Dalam beberapa wawancara kami, terdapat pengakuan seorang suami yang mendukung capres tertentu menyatakan "Saya bisa mencerahkan istri saya kalau dia atau istrinya tidak memilih capres pilihan suami"," kata Mariana dalam konferensi pers, Kamis (1/2/2024).
1. Pihak yang paling dirugikan di situasi Pemilu adalah masyarakat
Mariana mengatakan, hal ini jadi contoh nyata bagaimana polarisasi politik dalam masyarakat dapat merusak hubungan personal dan keharmonisan keluarga. Dia menekankan bahwa pihak yang paling dirugikan dari situasi politik yang tegang ini sebenarnya adalah masyarakat.
"Nah apabila dilihat secara objektif, pihak yang paling dirugikan dari situasi pemilu, dan yang paling merasakan dampak pemilu yang penuh keterasan adalah sebetulnya masyarakat," kata dia.
Baca Juga: TKN Ungkap Dugaan Kecurangan Pemilu Dilakukan PPLN Malaysia
2. Elite politik tak peduli soal polarisasi di kalangan warga
Editor’s picks
Mariana mengungkapkan, terbelahnya partai politik menjadi kubu-kubu menyebabkan polarisasi di kalangan warga. Sementara para elite politik cenderung tidak peduli dengan dampak perpecahan di masyarakat. Apalagi saat mereka berupaya mendapat suara.
3. Risiko ketegangan politik di lokasi kampanye
Mendekati Pemilu 2024, Mariana mengingatkan, ketegangan politik dapat merugikan masyarakat secara lebih luas. Terutama, risiko meningkat di lokasi-lokasi kampanye
Ada kekhawatiran akan penanganan aparat keamanan yang cenderung represif, lebih fokus pada keamanan negara daripada keamanan masyarakat.
"Kemungkinan penanganan aparat keamanan yang cenderung represif, karena biasanya lebih mengedepankan pendekatan state security atau cara-cara penanganan keamanan negara, daripada keamanan masyarakat atau human security," katanya.
4. Di Pilkada 2019 ada 826 pasutri cerai
Dilansir dari ANTARA pada 2019 Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan pelaksaan Pilkada di Indonesia bahkan menyebabkan 826 pasangan suami istri atau pasutri bercerai.
"Data terakhir itu ada 826 pasutri bercerai gara-gara pilihan berbeda," kata dia dikutip dari ANTARA.
Baca Juga: Komnas Perempuan Minta Pemerintah Belajar dari Pemilu 2019