Ombudsman Beri 6 Catatan Evaluasi PPKM Darurat di Jabodetabek

Ombudsman Jakarta Raya menilai ada yang perlu diperbaiki

Jakarta, IDN Times -  Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta Raya) merilis laporan evaluasi pelaksanaan PPKM Darurat saat pandemik COVID-19 di wilayah Jabodetabek yang berlangsung pada 3-20 Juli 2021. Kepala Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, menjelaskan ada enam hal yang menjadi catatan.

"Yaitu penapisan mobilitas warga di wilayah aglomerasi Jabodetabek, pengawasan mobilitas warga di tingkat komunitas, layanan fasilitas kesehatan (faskes), pelaksanaan 3T (testing, tracing, dan treatment), kompensasi dan mitigasi dampak ekonomi PPKM bagi masyarakat rentan, dan program percepatan vaksinasi," kata Teguh dalam keterangannya, Jumat (23/7/2021).

PPKM Darurat berlangsung pada 3-20 Juli. Pemerintah kemudian memperpanjang hingga 25 Juli, namun namanya berubah menjadi PPKM Level 4.

Berikut enam catatan Ombudsman Jakarta Raya terkait pelaksanaan PPKM Darurat:

1. Penapisan dan pengendalian mobilitas dinilai sudah baik dengan sejumlah catatan

Ombudsman Beri 6 Catatan Evaluasi PPKM Darurat di JabodetabekIlustrasi: Petugas kepolisian menghentikan kendaraan saat melintasi posko penyekatan mudik di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (10/5/2021). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Terkait dengan pengendalian dan penapisan mobilitas penduduk wilayah aglomerasi, DKI Jakarta dinilai berhasil berinovasi dengan adanya Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP). Selain itu, Jakarta dinilai cukup berhail menekan laju mobilitas warga walau belum sempurna, karena angka ideal tak hanya bergantung pada pos penjagaan saja.

"Terdapat aspek lain seperti pemenuhan kebutuhan warga pekerja harian serta pengawasan terhadap instansi, perusahaan dan perkantoran di tingkat hulu yang juga berpengaruh terhadap kondisi tersebut," tulis Teguh dalam laporan tersebut.

Baca Juga: Catat Nih! Daftar Lengkap Aturan dan Wilayah PPKM Level 3-4 

2. Fasilitas kesehatan bagi pasien kritis dan tingginya angka kematian

Ombudsman Beri 6 Catatan Evaluasi PPKM Darurat di JabodetabekIlustrasi rumah sakit (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

Ombudsman Jakarta Raya juga menelisik tata kelola penanganan penyebaran COVID-19 karena tingginya angka kematian. Hal itu dinilai memprihatinkan, pemerintah pusat harusnya bisa melihat layanan faskes pasien kritis, baik COVID-19 dan bukan COVID-19, kolaps karena wilayah penyangga Jakarta yaitu Bodetabek merupakan penyumbang angka fatality rate, utama bagi Jawa Barat dengan angka diatas 50 persen.

Banyak laporan warga yang meminta dicarikan ICU dan lewat aplikasi Sinarap milik Kemenkes banyak rumah sakit (RS) penuh walau di aplikasi terlihat tersedia.

"Pada akhirnya, banyak pelapor dari keluarga pasien kritis tersebut yang terpaksa melakukan isolasi mandiri tanpa bantuan dan perlengkapan yang memadai," ujarnya.

Sedangkan, pasien kritis bukan COVID-19 terpaksa melakukan rawat jalan. Begitu juga dengan kasus kecelakaan lalu lintas yang sulit mendapat RS.

Oleh karena itu, menurutnya angka kematian di RS dan isolasi mandiri meningkat. Pasien kritis baru dapat ruang setelah antre panjang dan kondisi makin buruk. Walau pemerintah membangun banyak fasilitas kesehatan, hal itu tak diseimbangkan dengan jumlah tenaga kesehatan.

3. Program vaksinasi di Jakarta harus diselaraskan dengan wilayah penyangga

Ombudsman Beri 6 Catatan Evaluasi PPKM Darurat di Jabodetabek(Ilustrasi) antrean untuk mengikuti vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Program vaksinasi juga menjadi bahan evaluasi Ombudsman, pemerintah pusat dinilai belum memandangan pentingnya kesetaraan layanan vaksin di Jakarta dan kota penyangga. Ketersediaan vaksin di Jakarta dirasa melimpah dan dapat diakses di banyak tempat, bahkan lewat jemput bola dengan mobil vaksin.

Tetapi hal tersebut belum terjadi di wilayah peyangga. Padahal, lebih dari dua juta orang bekerja di Jakarta, maka percepetan vaksin di wilayah penyangga juga harus dilakukan.

"Warga penyangga tidak memiliki kemewahan untuk memperoleh vaksinasi jika tidak ada event yang dilaksanakan atau go show ke faskes-faskes terdekat untuk mendapatkan vaksin," tulis Teguh.

Selain itu, walau vaksinasi di Jakarta melimpah, banyak yang dilaksanakan dalam kondisi datang ke tempat dan ramai, sehingga khawatir menimbulkan penularan. Belum lagi bagi anak usia 12-18 tahun yang harus didampingi saat vaksinasi.

Baca Juga: Polisi: Pengamanan PPKM Level 4 dengan PPKM Darurat Sama

4. Pengawasan mobilitas di tingkat RT/RW masih belum efektif

Ombudsman Beri 6 Catatan Evaluasi PPKM Darurat di JabodetabekIlustrasi karantina wilayah terbatas atau lockdown skala mikro. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Ombudsman juga memantau penapisan dan mobilitas warga tingkat komunitas yang dinilai baru efektif di jalan utama dari dan menuju daerah penyangga serta perkantoran. Sedangkan, di tingkat bawah seperti RT dan RW hingga kawasan industri, hal tersebut belum berjalan dengan efektif.

Dia juga kembali membahas masalah bocornya data warga yang mengadu masalah pelanggaran prokes lewat JAKI. Keterbatasan personel Bhabinkamtibmas dan Babinsa sebagai pelacak pun menyulitkan pemantaun, padahal pemantauan bisa cegah sebuah wilayah masuk zona merah.

5. Pecepatan 3T dengan mudahkan warga mengakses tes

Ombudsman Beri 6 Catatan Evaluasi PPKM Darurat di JabodetabekIlustrasi Rapid Test Tim IDN Times (IDN Times/Herka Yanis)

Turunnya jumlah suspect COVID-19 harian di Jakarta diniali tak langsung menjadi penentu turunnya angka kasus. Menurut Ombudsman , hal itu bisa jadi diikuti turunnya jumlah pelacakan.

Turunnya angka suspect COVID-19, kata Teguh, adalah karena nakes kelahan sehingga ada keterlambatan dalam proses pendataan dan data warga yang tracing mandiri belum terintegerasi. Namun, Jakarta adalah daerah dengan tingkat testing dan tracing yang paling bagus di wilayah Jabodetabek.

"Di sisi lain, target agar wilayahnya tidak masuk ke dalam zona merah menyebabkan banyak RT/RW bahkan tingkat kelurahan yang tidak melaporkan secara akurat warga yang melakukan kontak erat dengan suspect COVID-19 untuk menghindari tuduhan ketidakmampuan dalam menangani COVID-19 di wilayahnya," ujar Teguh.

Harga tes juga terbilang mahal juga menghalangi pecepatan tracing kasus. Pemerintah pusat diminta mempermudah warga untuk melakukan tracing secara mandiri dengan harga yang murah.

6. Bansos Rp600 ribu dinilai belum cukup

Ombudsman Beri 6 Catatan Evaluasi PPKM Darurat di JabodetabekPemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai mendistribusikan bantuan sosial secara tunai bagi warga terdampak COVID-19 pada Selasa (12/1/2021). (Dok. Humas DKI Jakarta)

Terkahir, adalah tentang kompensasi dan mitigasi dampak ekonomi saat PPKM Darurat bagi masyarakat rentan. Tidak semua masyarakat bisa di rumah dalam mencari nafkah.

Walau Bantuan Sosial Tunai (BST) sudah disalurkan oleh Dinas Sosial, jumlah Rp600 ribu dinilai tak cukup. Ombudsman memperkirakan perlu biaya Rp2 juta hingga Rp2,5 juta untuk penuhi kebutuhan dasar warga, baik dalam bentuk tunai atau seperti bantuan pendidikan, pangan berupa dapur umum atau bebas biaya listrik.

Penyusunan laporan evaluasi ini dilakukan berdasarkan prakasa sendiri atau own motion investigation. Evaluasi disusun dari data dan informasi hasil pemantauan Ombudsman Jakarta Raya langsung, konsultasi masyarakat, permintaan keterangan pada sejumlah instansi terkait pemantauan aplikasi pemerintah, dan warga yang memantau jalannya PPKM di lingkungannya.

Baca Juga: Ombudsman Temukan Malaadministrasi Proses TWK Pegawai KPK

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya