Pengguna Narkoba Akan Didorong Jadi Masalah Kesehatan Bukan Hukum
![Pengguna Narkoba Akan Didorong Jadi Masalah Kesehatan Bukan Hukum](https://cdn.idntimes.com/content-images/community/2020/05/narkoba_600x400.jpg)
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pengguna narkoba di Indonesia akan mendapat intervensi di luar hukum. Kasus penggunaan narkoba, kata dia, harus diintervensi dari sisi kesehatan jiwa.
Hal ini disampaikan Budi saat rapat kerja membahas Program Prioritas Nasional dan Perkembangan Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan dengan Komisi IX DPR RI. Dia menyadari banyak penghuni lapas merupakan pengguna bukan pengedar narkoba.
“Jadi lapas itu penuh, lapas itu kapasitasnya kalau gak salah 170-180 ribu diisi 240 ribu, penuh banget dan lapas itu 70 persen isinya adalah pelanggan narkoba, 80 persen itu pengguna jadi bukan pengedar, jadi pengguna itu masuk satu tablet ketangkap. Padahal mereka hanya pengguna, pengguna kadang-kadang kecil sekali, yang pengedarnya malah lebih sedikit,” ujarnya, Selasa (7/11/2023).
“Sedang disusun undang-undang yang baru, di mana kalau sakit tapi dia pengguna (narkoba) itu bukan masalah hukum, tapi masalah kesehatan,” katanya.
Baca Juga: Mahfud Godok Wacana Pemberian Grasi Massal untuk Napi Narkoba
1. Pengguna narkoba dirawat dengan cara kesehatan
Menurut Budi, pengguna narkoba yang masuk lapas akan didorong keluar agar dirawat dengan cara kesehatan.
Dia mengatakan, kondisi penyakit jiwa juga termasuk dari penggunaan NAPZA atau narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya.
2. Satu dari delapan orang di dunia alami gangguan jiwa
Editor’s picks
Secara global ada 910 juta orang mengalami gangguan kejiwaan, satu dari delapan masyarakat dunia mengalami kondisi ini.
Menurut Budi, gangguan jiwa ada tiga bagian, mulai dari anxiety atau resah, kemudian naik jadi depresi, dan masuk ke schizophrenia atau gangguan jiwa berat.
Satu dari 10 orang di Indonesia juga mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa yang banyak ditemukan di masyarakat adalah gangguan mental emosional seperti ansietas dan bipolar sebanyak 9,8 persen, depresi 6,1 persen, dan gangguan jiwa berat 0,2 persen.
3. Deteksi dini kesehatan jiwa di Indonesia belum maju
Budi mengakui, deteksi dini gangguan jiwa di Indonesia lemah. Karena belum maju dan sifatnya masih berupa observasi.
“Kalau gangguan jiwa ini masih sangat manual, masih pakai kuesioner dilihatnya, apakah dia punya anxiety sama depresi,” katanya.
4. Skrining kesehatan jiwa di puskesmas
Nantinya Kemenkes akan perkuat upaya screening atau penapisan kondisi kesehatan jiwa yang dilakukan di puskesmas. Hal ini sebagai upaya agar penyakit kesehatan jiwa bisa ditangani lebih baik.
“Agar jangan terus turun jadi anxiety tidak terawat jadi depresi, gak kerawat jadi schizophrenia. Kalau schizophrenia masuk rumah sakit jiwa udah telat, sama kaya cancer. Harusnya kalau dia anxiety diajarin, bagaimana cara treatment, terapinya,” kata dia.
Baca Juga: BNN Ungkap Napi Narkoba Lakukan TPPU hingga Rp80 Miliar