Sidang Haris-Fathia, Faisal Basri Sebut Pernah Bahas Ini dengan Luhut

Dia mengaku pernah bertemu Luhut

Jakarta, IDN Times - Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan masih berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (30/10/2023). 

Ekonom Senior, Faisal Basri, dihadirkan sebagai saksi ahli ekonomi politik dalam sidang dengan terdakwa Pendiri Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti itu.

Dalam persidangan kali ini, Faisal Basri mengungkapkan, dia pernah berjumpa dengan Luhut dan membahas soal potensi konflik kepentingan industri ekstraktif batu bara.

"Saya pernah bertemu dengan Pak Luhut. Saya bilang masalah Bapak itu satu, konflik kepentingan. Bapak menteri yang mengelola tentang industri ekstraktif, kebijakan-kebijakannya, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," ujarnya dilansir dari akun YouTube Jakartanicus, Senin.

Baca Juga: Dua Staf Luhut Jadi Saksi Podcast Haris-Fatia soal Tambang Papua

1. Potensi pendapatan dari ekspor batu bara

Sidang Haris-Fathia, Faisal Basri Sebut Pernah Bahas Ini dengan LuhutPemeriksaan saksi ahli yakni Ekonom senior Faisal Basri dalam sidang lanjutan pendiri Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (Youtube/Jakartancius)

Dia membahas bagaimana Luhut dalam hal ini membawahi kementerian yang berkenaan dengan industri ekstraktif dan memiliki potensi konflik kepentingan. Dia menganalogikan soal potensi pendapatan dari ekspor batu bara saat membicarakan tentang pengelolaan industri ekstraktif jika dijalankan menteri.

“Tatkala saya mengatakan, sebagai ilustrasi saja ini, pendapatan ekspor batu bara dan kawan-kawan kelompok batu bara, itu Rp1.000 triliun pendapatannya tahun 2022, yang seperempat dari total penerimaan ekspor kita (Indonesia). Dahsyat Yang Mulia,” katanya.

Adapun dalam kasus ini, Luhut memperkarakan Haris dan Fatia karena diskusi mereka di YouTube. Podcast berjudul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’ ditayangkan di kanal YouTube Haris Azhar dengan judul 'ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA!! NgeHAMtam’ jadi pemantik keduanya harus menghadapi meja hijau.

Baca Juga: Menantu Ungkap Kondisi Terkini Luhut: Sudah Mulai Jalan dan Berlatih

2. Usulan soal windfall tax ke Luhut

Sidang Haris-Fathia, Faisal Basri Sebut Pernah Bahas Ini dengan LuhutLuhut Pandjaitan Hadiri Sidang Pencemaran Nama Baiknya di PN Jaktim (youtube.com/Jakartanicus)

Dalam sidang itu, Faisal mengatakan, penghasilan besar itu dinikmati oleh pengusaha batu bara 100 persen dan tidak masuk kantong negara.

Sementara, di negara kapitalis seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara Uni Eropa mengenakan pajak 'durian runtuh' atau windfall tax sehingga negara bisa mengantongi pajak. 

“Nah, saya usul ke Menkomarves, kalau di Mongolia itu 70 persennya dinikmati oleh negara. Saya usul kepada Menko Perekonomian, Menteri ESDM, dan yang lain-lain, kita mengenakan pajak durian runtuh para menterinya, 'oh oh bagus juga ya nanti saya bicarakan dengan Menteri Keuangan,' kata Pak Luhut pada saya," ujar Faisal.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Kementan Dilaporkan ke KPK sejak 2020

3. Belum ada penerapan kebijakan yang dibuat

Sidang Haris-Fathia, Faisal Basri Sebut Pernah Bahas Ini dengan Luhutilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Usul itu, kata dia, direspons oleh Luhut tetapi hingga sekarang belum ada kebijakan yang dibuat. Faisal juga menjelaskan bahwa Kemenko Marves membawahi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang di dalamnya turut mengelola industri ekstraktif.

“Tapi sampai sekarang gak ada (kelanjutan), karena saya lupa Pak Luhut punya batu bara. Jadi Itulah sebenarnya konflik of interest (kepentingan) yang sedemikian nyata. Ini saya ketemu langsung yang bersangkutan, Yang Mulia,” katanya.

Dalam kasus ini, Haris dan Fatia dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Haris dan Fatia disangka Pasal 27 Ayat 3 Juncto Pasal 45 Ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP terhadap 4 pasal tersebut Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Baca Juga: Ini Kata Eks Pimpinan KPK soal Penggeledahan Rumah Firli Bahuri

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya